REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti, Amri Amrullah, Sapto Andika Candra
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memohon kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar mengonsultasikan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSSB) secara total di Jakarta kepada pemerintah pusat. Karena, menurut Emil, sapaan Ridwan Kamil, keputusan DKI Jakarta akan berpengaruh terhadap daerah lain.
"Mohon dikonsultasikan dengan pemerintah pusat karena setiap keputusan di DKI Jakarta berpengaruh juga tidak hanya regional tapi nasional. Itu satu," ujar Emil usai Rapat Paripurna, Jumat (11/9).
Emil menjelaskan, dalam rapat bersama Anies Baswedan, Kamis (10/9), Anies sepakat untuk kembali berkonsultasi dengan pemerintah pusat. Setelah itu, pihaknya akan kembali menggelar rapat untuk mengambil keputusan akhir.
"Jadi, kita menyepakati bahwa urgensi di Jakarta harus didukung oleh Jawa Barat, tapi mohon dikonsultasikan dengan pemerintah pusat karena setiap keputusan di DKI Jakarta berpengaruh juga, tidak hanya regional tapi nasional," paparnya.
Terkait pemberlakuan PSBB yang sudah diputuskan Anies Baswedan, Emil menjelaskan, strategi penanganan Covid-19 di Provinsi Jabar terbagi dua. Yakni, strategi Bodebek dan non-Bodebek.
"Kalau Bodebek itu harus satu frekuensi. Kalau Pak Anies ke kiri kita ngikut ke kiri, kalau ke kanan kita ngikut ke kanan semata-mata karena klaster Covid-19 Jabar paling besar, hampir 70 persen ada di Bodebek," katanya.
Namun, kata Emil, penanganan Covid-19 di wilayah Bodebek sendiri sebenarnya tidak berubah. Pasalnya, hingga saat ini pun, Bodebek masih menerapkan PSBB yang diterjemahkan intensitasnya oleh bupati dan wali kota masing-masing.
"Jadi, sebenarnya Jakarta itu bukan hal baru (soal PSBB). Pembatasan, bukan pelarangan, pelarangan itu lockdown. Kalau pembatasan itu diatur, yang boleh 11, yang enggak boleh 15, itu terserah," kata Emil.
Emil juga menawarkan bantuan rumah sakit (RS) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut Emil, tawaran bantuan RS tersebut semata-mata demi kemanusiaan.
"Kami menawarkan karena keterisian rumah sakit di Jawa Barat masih baik, di angka 35 persenan. Maka kalau DKI kewalahan, kita menawarkan rumah sakit di Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) juga silahkan untuk dipergunakan atas nama kemanusiaan," ujarnya.
Pihak DPRD DKI Jakarta juga berharap Anies tetap mensinergikan kebijakan PSBB dengan daerah penyangga Jakarta. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abdurahman Suhaimi mengatakan, sinergitas antarpemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menyukseskan kebijakan 'rem darurat' tersebut, yang akan dimulai Senin 14 September 2020 mendatang.
"Sinergi ini diperlukan dengan sama sama kita menerapkan protokol kesehatan dan mengimbau masing-masing warga untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah," ujarnya, Jumat (11/9).
Suhaimi mencontohkan, kerja sama antarpemerintah daerah bisa dilakukan dengan memperketat pengawasan di gerbang-gerbang masuk perbatasan Jakarta dan daerah penyangga. Langkah tersebut diyakini dapat efektif menekan penyebaran Covid-19 jika dilakukan secara bersamaan.
"Masing-masing wilayah juga harus memberikan pemahaman terhadap warganya terkait penanganan Covid-19 ini," katanya.
Ia juga mengusulkan, Pemprov DKI Jakarta memberikan anggaran tambahan untuk penanganan Covid-19 di tiap wilayah kota dan kabupaten. Sehingga, penanganan wabah ini bisa dilakukan secara optimal dan menyeluruh.
"Anggaran tambahan ini juga dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 di tiap wilayah DKI," imbuhnya.
Hal yang sama disampaikan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Ketua DPRD yang akrab disapa Pras ini mengaku sepakat dengan kebijakan Pemprov DKI menerapkan kembali PSBB secara ketat. Namun ia menekankan kepada gubernur agar seluruh pengawasan diperketat, termasuk ke daerah penyangga.
"Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi tapi penindakan tegas. Imbau soal Covid-19 kepada warga yang tegas. Begitu pun kepada warga, pertokoan, perkantoran, pengusaha yang melanggar, sanksi setegas-tegasnya," kata Pras.
Pras meminta Anies dan jajarannya langsung menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan baik warga maupun para pelaku usaha, hingga perkantoran, tujuannya adalah menekan lonjakan angka penyebaran Covid-19 di Ibu Kota. Dia menilai PSBB sudah seharusnya diberlakukan dengan mempertimbangkan kasus harian positif yang terus meningkat.
"Melihat kondisi terkini soal perkembangan penyebaran virus Corona, memang sudah seharusnya dikembalikan seperti semula. Semua aturannya harus dikembalikan," ucap Prasetio.
Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memandang pembatasan sosial skala mikro lebih efektif daripada PSBB yang mencakup wilayah lebih luas. Pembatasan sosial skala mikro yang dimaksud Jokowi, dilakukan di cakupan wilayah yang lebih kecil, seperti RT dan RW, atau skala komunitas.
Hal ini dijelaskan oleh Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman yang ikut mendampingi Presiden Jokowi saat bertemu dengan sejumlah pimpinan media, Jumat (11/9). Kepada perwakilan media massa, ujar Fadjroel, presiden menekankan bahwa penilaian tentang pembatasan sosial berskala mikro yang lebih efektif tersebut berdasarkan pengalaman empiris sepanjang penanganan Covid-19 selama ini.
"Beliau menekankan, berdasarkan pengalaman empiris sepanjang menangani pandemi Covid-19, pembatasan sosial berskala mikro/komunitas lebih efektif menerapkan disiplin protokol kesehatan," ujar Fadjroel, Jumat (11/9).
Pembatasan sosial berskala mikro dianggap lebih efektif karena melibatkan masyarakat di level bawah. Pembatasan ini juga melibatkan langsung ketua RT, ketua RW, atau komunitas tertentu yang lingkupnya kecil. Cara ini dianggap lebih ampuh menekan penularan Covid-19.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan menerapkan kembali PSBB total per Senin (14/9) mendatang. Hanya 11 sektor esensial dan vital yang diperbolehkan tetap beroperasi sepanjang PSBB ini. Itupun jumlah karyawan dan pegawai yang bekerja dibatasi maksimal 50 persen.
Keputusan untuk menarik rem darurat ini berdasarkan tiga indikator yang jadi pertimbangan Pemprov DKI Jakarta. Ketiganya adalah tingkat kematian akibat Covid-19 yang tinggi, ketersediaan tempat tidur isolasi serta ruang ICU isolasi, dan tingkat kasus harian yang semakin meningkat.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. Inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) malam.