Rabu 09 Sep 2020 19:18 WIB

Kecewanya Ustaz Ruslan Usai Diperiksa di Kasus Denny Siregar

Ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani hari ini diperiksa Polda Jabar sebagai saksi pelapor.

Ustaz Ahmad Ruslam Abdul Gani, Pimpinan Pondok Pesantren Taffidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya usai menjalani pemeriksaan di Polda Jabar.
Foto: dok. Pribadi Ustaz Ahmad Ruslan.
Ustaz Ahmad Ruslam Abdul Gani, Pimpinan Pondok Pesantren Taffidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya usai menjalani pemeriksaan di Polda Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Djoko Suceno

Penyidik Subdit V Unit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Jabar, pada Rabu (9/9), memanggil ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani, pimpinan Pondok Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi, Kota Tasikmalaya. Ruslan yang juga sebagai saksi pelapor dimintai keterangan tambahan terkait kasus laporan terhadap Denny Siregar.

Baca Juga

"Untuk memberikan keterangan tambahan,’’ kata Ruslan kepada Republika.co.id.

Dalam keterangannya kepada penyidik, Ruslan mengonfirmasi akun Facebook yang mengunggah konten dugaan pencemaran nama baik adalah milik Denny Siregar (terlapor). Keyakinan tersebut, kata dia, berdasarkan hasil penelusurannya atas akun tersebut serta keterangan beberapa pihak, di antaranya kuasa hukum Denny.

"Saya samakan ke penyidik bahwa saya yakin itu akun FB-nya dia (Denny Siregar),’’ ujar dia.

Namun, kata Ruslan, penyidik memiliki prosedur tersendiri untuk memastikan apakah akun tersebut milik Denny Siregar atau bukan. Penyidik, kata dia, akan mencari tahu alamat IP dari akun FB tersebut. 

Ia mengatakan, penyidik telah mengirim surat kepada tiga pihak untuk memastikan akun tersebut milik terlapor atau bukan. Tiga pihak yang sudah dikirimi surat oleh penyidik,  kata dia, yaitu Google, ITB, dan Bareskrim Polri.

"Penyidik  Polda Jabar sudah mengirim surat ke tiga ihak itu untuk memastikan akun tersebut milik terlapor. Penyidik bilang suratnya sudah dikirim. Tapi belum ada jawaban samai sekarang,’’ ujar dia.

Ruslan mengaku kecewa atas proses penanganan kasus ini yang dianggapnya sangat lamban sejak ditangani oleh Polres Tasikmalaya kemudian ditarik ke Polda Jabar sudah dua bulan berlalu. Namun, sampai saat ini, kata dia, penyidik belum memanggil pihak terlapor.

"Sampai sekarang belum ada langkah memanggil pihak terlapor.   Padahal sejumlah saksi dan bukti bukti sudah semuanya dipegang oleh penyidik,’’ tutur dia.

Selain itu, sambung Ruslan, penyidik  juga tidak memberikan laporan perkembangan hasil penyelidikan. Padahal, imbuh dia, laporan perkembangan penanganan kasus ini sangat ditunggu-tunggu.

"Sejak ditangani oleh Polda Jabar kami belum pernah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan. Tadi sudah saya tanyakan, jawabnnya baru dikirim suratnya,’’ ujar dia.

Ruslan mengatakan, perkembangan kasus ini sudah ditungu oleh masyarakat, khususnya umat Islam baik di Tasikmalaya dan sejumlah daerah di Indonesia. Ia mengaku banyak mendapat telepon dari rekan rekannya yang menanyakan perkembangan kasus ini.

"Kan belum ada perkembangannya yang berarti. Temen temen di Tasik dan daerah lainnya menyatakan kesiapannya untuk turun ke laangan (demo). Bukan untuk menekan penyidik tapi mengingatkan bahwa kasus ini mendaat erhatian besar dari umat Islam,’’ tutur dia.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Yaved Duma Parembang yang dimintai keterangannya melalui pesan WA belum memberikan respons. Hingga pukul 17.30 WIB pesan WA yang dikirim Republika belum dibalas.

Sebelumnya, Yaved menginformasikan, bahwa timnya telah melaksanakan gelar perkara awal pada akhir Agustus. Dari hasil gelar perkara awal, kata Yaved, menyimpulkan bahwa penyidik masih harus melalukan pendalaman serta pemeriksaan saksi-saksi. Karena itu, kata dia, penyidik masih butuh waktu untuk melalukan pendalaman.

"Masih perlu pendalaman lagi termasuk pemeriksaan saksi-saksi," ujar Yaved, Rabu (2/9).

Setelah dilakukan pendalaman, lanjut dia, penyidik kembali akan melalukan gelar perkara kedua yang jadwal belum bisa ditentukan. "Ya (akan dilakukan gelar perkara kedua)," kata dia.

Sebelumnya, Denny Siregar dilaporkan ke kepolisian pada 2 Juli. Laporan itu merupakan respons atas pernyataan Denny dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.

Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kuasa hukum Denny, Muannas Alaidid pernah mengklaim, bahwa, kasus kliennya sudah selesai. Muannas berasalan, yang disoal Denny dalam status Facebook-nya itu adalah foto anak kecil yang dilibatkan dalam aksi demonstrasi.

Menurut dia, pelibatan anak dalam aksi merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.

"Jadi lucu kalau (kasus) anak kecilnya tidak diproses, masak Denny diproses. Mereka tidak ditangkap saja itu sudah bagus," kata dia kepada Republika, Senin (27/7).

Muannas menjelaskan, pesan yang disampaikan dalam tulisan Denny itu jelas, yaitu keprihatinannya terhadap pelibatan anak dalam kegiatan politik. Menurut dia, pelibatan anak dalam kegiatan politik adalah bentuk eksploitasi yang dilarang menurut UU Perlindungan Anak.

"Jadi kalau ada dugaan pencemaran nama baik menggunakan foto itu yang ancaman pidananya kecil, dan belum tentu dapat dibuktikan. Tapi kalau melibatkan anak dalam kegiatan demo yang ancaman pidananya tinggi, dan itu sudah terang-benderang malah enggak diproses, kan aneh namanya," ujar dia.

photo
Membaca Alquran (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement