REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, calon tunggal dalam Pilkada serentak seperti di Ogan Komering Ulu (OKU) merusak demokrasi. Menurutnya, calon tunggal telah meniadakan kontestasi.
"Calon tunggal mau bagaimana dikatakan demokrasi kalau tidak ada kontestasinya lagi. Yang pasti sudah merusak demokrasi," kata Lucius di Jakarta, Kamis (3/9).
Lucius menuturkan, partai politik harus bertanggung jawab atas hadirnya calon tunggal dalam Pilkada. Sebab, setiap partai seharusnya menyediakan calon karena merupakan saluran utama kaderisasi pemimpin.
Dia mengatakan, butuh keberanian dari partai politik untuk keluar dari arus besar dan mengedepankan kepentingan masyarakat. Menurutnya, partai-partai yang berani mengusung kandidat yang siap bertarung melawan dominasi calon tunggal sangat dinantikan masyarakat dan bisa dijadikan sebagai laboratorium pilkada 2020.
Dia mengatakan, partai politik tidak boleh mengambil keputusan atas kepentingan politik pragmatis semata di Pilkada. Sebab, sambung dia, nasib rakyat lima tahun ke depan berada di tangan pemenang Pilkada.
"Jadi ada tanggung jawab mereka tidak hanya memperhitungkan kepentingan mereka sendiri dengan transaksi jual beli kursi untuk mencalonan calon tertentu di Pilkada, tapi ada tanggung jawab jauh-jauh hari mempersiapkan kader untuk kemudian diusung," katanya.
Lucius menilai, dukungan terhadap calon tunggal bisa menimbulkan dugaan adanya politik uang. Dia mengatakan, sebab ada dugaan tidak bisa dihindari ketika parpol mendukung orang yang bermasalah.
Dia mengatakan, partai politik semestinya mengikuti UU Pemilu dan PKPU. Dia melanjutkan, semua sepakat bahwa orang yang sedang berstatus secara hukum potensi menjadi orang tercelanya terbuka.
Lebih lanjut, Lucius juga menyinggung calon kepala daerah OKU yang masih berstatus sebagai tersangka. Dia mengaku heran parpol masih menjagokan calon kepala daerah yang bermasalah dengan hukum, terutama korupsi.
"Ini mengatakan bahwa partai politik kita itu sumber masalah. Karena itu negara kita tidak pernah beres sampai saat ini," kata Lucius.
Sebanyak 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota bakal menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Dalam UU PKPU disebutkan pasangan calon tunggal harus bisa meraih 50 persen suara sah.
Jika kurang dan Pilkada tersebut memenangkan kotak kosong maka Pilkada ditunda ke Pilkada berikutnya. Sementara jabatan kepala daerah akan diisi pejabat yang ditunjuk Kemendagri.
Berdasarkan analisis Perludem ada 36 daerah yang berpotensi melahirkan calon tunggal. Puluhan daerah yang melahirkan calon tunggal tersebar di 30 tingkat pemilihan bupati dan 6 di tingkat pemilihan wali kota.