Kamis 03 Sep 2020 13:47 WIB

 Indonesia Kembali Bahas Perlindungan Pelaut di BIMP-EAGA

Sebagai negara maritim, Indonesia sangat bergantung pada transportasi laut.

Pertemuan BIMP-EAGA SLWG.
Foto: Humas Ditjen Hubla
Pertemuan BIMP-EAGA SLWG.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga keberlangsungan suplai logistik ke seluruh dunia dalam menghadapi pandemi Covid-19 pada Pertemuan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phillipines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) Sea Linkages Working Group (SLWG) yang diselenggarakan secara virtual, (1/9). Sebagai negara maritim, Indonesia sangat bergantung pada transportasi laut untuk pergerakan orang dan barang, serta mensuplai pasokan logistik ke seluruh penjuru Nusantara.

“Oleh karena itulah, Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga memprioritaskan program kerjanya untuk mendukung pengangkutan logistik terkait Covid-19, termasuk pengangkutan kebutuhan pokok serta bareng strategis dan penting lainnya,” ujar Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Antoni Arif Priadi, yang bertindak selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia.

Lebih lanjut, fakta bahwa Indonesia terletak di jalur pelayaran Internasional juga membuat Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di perairannya, tidak terkecuali para Pelaut yang bekerja di kapal-kapal tersebut.

Antoni mengungkapkan, bahwa pembahasan terkait dampak dan langkah-langkah pemulihan Covid-19, serta tantangan dan peluang sektor swasta yang dibawa oleh Covid-19 menjadi highlight pembahasan Pertemuan BIMP-EAGA SLWG. Terkait dengan hal tersebut, Antoni mengatakan, Indonesia telah menyampaikan perhatian khususnya terhadap proses repatriasi dan pertukaran awak kapal yang sempat menjadi polemik pada masa pandemi.

“Kami menyampaikan bahwa Indonesia senantiasa berupaya untuk memperbaiki mekanisme khusus yang digunakan dalam penanganan aktivitas pertukaran awak kapal, baik bagi awak kapal WNI maupun asing sesuai dengan ketentuan dan protokol kesehatan WHO,” ujar Antoni.

Pada praktiknya, kegiatan pertukaran awak kapal di atas perairan Indonesia telah dilaksanakan di beberapa Pelabuhan, yakni Pelabuhan Pulau Galang, Pulau Nipah, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Priok. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan Kerja sama yang baik antara Otoritas Pelabuhan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, serta Bea Cukai dan Imigrasi.

Antoni menyampaikan bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal PErhubungan Laut Nomor SE.13 Tahun 2020 juga telah menetapkan Perairan Pulau Nipah, Tanjung Balai Karimun, dan Pulau Galang sebagai tempat bagi kapal-kapal asing yang telah mengajukan izin berlabuh, baik kapal kargo, kapal penumpang maupun kapal pesiar, untuk menurunkan awak kapal, melakukan aktivitas bunker, serta pengisian air bersih.

“Ke depannya, direncanakan untuk menambah 5 Pelabuhan lagi untuk ditetapkan sebagai tempat pertukaran awak kapal, yakni Pelabuhan Batam, Merak, Tanjung Priok, Benoa dan Makassar,” kata Antoni.

Terkait dengan hal tersebut, Antoni mengatakan, bahwa Negara-Negara BIMP-EAGA juga mungkin telah memberlakukan pembatasan perjalanan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap keamanan pelaut dan juga pelayaran. Khususnya, dalam kasus darurat di mana Pelaut harus direpatriasi, baik karena kontrak berakhir atau karena memerlukan pertolongan medis yang mendesak.

"Oleh karena itu, ini merupakan kesempatan yang bagus bagi negara-negara BIMP-EAGA untuk mempertimbangkan pembentukan sebuah grup yang berisikan Contact Point orang yang bertanggung jawab terhadap proses repatriasi pelaut di pemerintahan masing-masing," ujarnya.

Sebagai informasi, BIMP-EAGA merupakan sebuah forum kerja sama sub regional, yang dibentuk secara resmi pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 di Davao City, Filipina pada tanggal 26 Maret 1994. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA, di mana para pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak kerja sama dimaksud sedangkan Pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Adapun wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari kerja sama BIMP-EAGA mencakup 15 provinsi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement