REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memulai uji coba sekolah tatap muka tahap kedua, untuk siswa SMA/SMK sederajat. Uji coba tahap kedua dilaksanakan di 25 persen dari seluruh sekolah SMK di Jawa Timur yang dimulai 31 Agustus 2020. Disusul kemudian di 25 persen dari seluruh sekolah SMA di wilayah setempat yang rencananya dimulai 7 September 2020.
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Ramliyanto mengatakan, meski pembelajaran tatap muka mulai diujicobakan, sebagian besar sekolah di Jatim masih menggelar pembelajaran jarak jauh. Maka dari itu, demi memudahkan elemen sekolah melaksanakan pembelajaran jarak jauh, pihaknya telah melakukan beberapa upaya.
Di antaranya dengan membangun dan mendistribusikan sejumlah kios Anjungan Belajar Mandiri (ABM). Lewat mesin ABM tersebut nantinya seluruh siswa dapat mengunduh soal dan materi pembelajaran yang disediakan Diknas. Mesin tersebut utamanya didistribusikan ke daerah-daerah yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi.
"Ada buku paket, materi pembelajaran hingga materi try out. Siswa tinggal mengunduh di mesin tersebut lalu mencetaknya dengan mesin print," ujar Ramliyanto melalui siaran persnya, Kamis (3/9).
Ramliyanto menyebutkan, salah satu daerah yang akan diprioritaskan mendapat pasokan kios ABM adalah Kepulauan Masalembu, Madura. Ini didasarkan karena kondisi daerah tersebut yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi.
“Anak-anak sekolah di Masalembu tidak bisa melaksanakan daring. Mereka nanti akan dapat kios ABM ini. Anak-anak bisa ambil bahan ajar dari alat tersebut,” kata Ramliyanto.
Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Anshori mengatakan, sudah sewajarnya pemerintah memenuhi hak pendidikan anak-anak di Jawa Timur, meskipun dalam situasi pandemi seperti saat ini. Isa memgakui, dibukanya kembali pembelajaran tatap muka masih menimbulkan pro dan kontra. Namun berdasar survei yang dilakukan, sebagian besar guru menyatakan siap menggelar pembelajaran tatap muka, tentunya dengan protokol ketat.
"Pendidikan itu hak setiap orang maupun anak-anak. Untuk itu pemerintah tetap harus melaksanakan, meski dalam situasi saat ini dimana kesehatan menjadi prioritas utama," kata dia.
Kepala Kantor Perwakilan Unicef Wilayah Pulau Jawa, Arie Rukmantara mengingatkan, dalam membuat keputusan mengenai sistem pembelajaran yang akan dijalankan selama pandemi, suara anak juga perlu didengar. Apakah mereka berharap tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh atau mulai kembali bertatap muka.
"Penting untuk melihat kesiapan anak atas persetujuan dengan orang tua, kondisi psikososial anak, serta tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan sebelum memutuskan kembali bersekolah tatap muka," ujar Arie.