Rabu 02 Sep 2020 07:52 WIB

Ada Temuan Virus Covid-19 Bermutasi, Ini Tanggapan Emil

Terpenting adalah semua pihak harus berupaya menegakkan disiplin protokol kesehatan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menunjukkan bekas suntikan vaksin usai menjalani kunjungan tahap kedua Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Puskesmas Garuda, Jalan Dadali, Kota Bandung, Jumat (28/8). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriadi, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto dan Kepala Kejati Jabar Ade Eddy Adhyaksa menjalani tahap kedua uji klinis fase tiga vaksin Covid-19 berupa penyuntikan vaksin. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menunjukkan bekas suntikan vaksin usai menjalani kunjungan tahap kedua Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Puskesmas Garuda, Jalan Dadali, Kota Bandung, Jumat (28/8). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriadi, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto dan Kepala Kejati Jabar Ade Eddy Adhyaksa menjalani tahap kedua uji klinis fase tiga vaksin Covid-19 berupa penyuntikan vaksin. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan tanggapan terkait penemuan Universitas Airlangga yang menyatakan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, yang kini telah bermutasi dengan strain atau tipe virus D614G dan Q677H sehingga menjadi lebih cepat menular dari sebelumnya.

Menurut Ridwan Kamil, yang terpenting adalah semua pihak harus berupaya menegakkan kedisiplinan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dan mencari solusinya. 

"Saya mempercayai bahwa virus ini berbeda-beda cc-nya, istilah saya ya. Ada yang cc-nya sedang, cc-nya besar. Kenapa, contoh kita kan ngetes sudah 220.000 ya PCR (swab test)," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (1/9).

Emil menjelaskan, di Jawa Timur berdasarkan data yang diperolehnya, PCR-nya ada 180 ribuan, tapi kasusnya jauh lebih banyak Jawa Timur dari pada Jabar.

"Padahal pengetesan kita lebih banyak. Artinya, jangan-jangan di sana itu virusnya tipenya yang lebih ganas, gitu kan. Yang lebih membuat persebarannya lebih banyak itu," paparnya.

Menurut Emil, jika memang berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa virus SARS-COV-2 ini memiliki banyak tipe, dirinya memang meyakini hal tersebut sejak dulu, setelah meninjau perbandingan angka-angka pengetesan dan terkonfirmasi positif di berbagai negara dan daerah.

"Jadi kalau disebut apakah meyakini, saya ikut meyakini bahwa virus ini bukan satu tipe. Dan virus adalah tipe makhluk hidup yang biasa bermutasi, melahirkan jenis-jenis yang berbeda, sehingga treatment-nya juga ada," katanya.

Inilah, kata dia, tanda pentingnya ilmu pengetahuan. Semua harus berlomba-lomba meneliti, sambil memberikan solusinya. Jika hanya menyampaikan temuan-temuan variasinya tanpa solusi, ini masih dinilai kurang. Karenanya, berbagai penelitian ini harus disertai dengan solusi mengatasinya.

Selain itu, Emil mengaku optimistis vaksin yang tengah diuji coba oleh Universitas Padjadjaran akan menjadi jalan keluar untuk akhir dari pandemi ini. Dirinya bersama Forkopimda Jabar dan masyarakat pun, katanya, menjadi relawan untuk uji klinis vaksin asal Tiongkok tersebut.

"Vaksin sementara ini adalah alat pertahanan yang paling ada dan tersedia. Di luar itu, kita enggak tahu lagi mau pakai apa," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Universitas Airlangga mengatakan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, kini telah bermutasi dengan strain atau tipe virus D614G dan Q677H yang menjadi lebih cepat menular dari sebelumnya. 

Strain atau tipe virus D614G atau virus korona yang sudah bermutasi menjadi lebih ganas dan lebih cepat menyebar ternyata sudah ditemukan di Bandung. Selain bermutasi menjadi Virus D614G, virus korona juga bermutasi menjadi Corona lain yang sangat jarang ditemui, yakni tipe Q677H. Namun, tipe yang kedua ini baru ditemukan di Surabaya. 

Pakar Biomolekular Universitas Airlangga (Unair), Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, strain D614G di Indonesia sebenarnya sudah terdeteksi sejak April. Namun, karena keterbatasan data, mutasi tersebut waktu itu belum dapat dimaknai apa-apa. 

Mutasi korona D614G ini disebutsebut punya kemampuan menyebar 10 kali lebih cepat. Meski demikian, kata Ni Nyoman, belum ada kesimpulan apakah mutasi virus D614G ini berkaitan atau berdampak terhadap tingginya angka kematian pasien Covid-19 atau tidak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement