REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto mengatakan, penyakit kusta hingga kini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Ia menyebut, ada delapan provinsi di Indonesia yang belum mengeliminasi penyakit kusta, yakni Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo.
Penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan yang menetap dan menyebabkan timbulnya permasalahan ekonomi dan diskriminasi sosial pada penderita serta keluarganya apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Kusta, menurut Yuri, masih merupakan permasalahan kesehatan di banyak negara di dunia.
Setiap tahun, lebih dari 200 ribu orang terdiagnosis kusta di dunia dan sekitar 17 ribu orang di antaranya berada di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah India dan Brasil dalam jumlah penderita kusta terbanyak di dunia.
Sistem Informasi Penyakit Kusta (SIPK) per tanggal 25 Agustus 2020 menunjukkan bahwa masih ada 146 kabupaten-kota belum mencapai eliminasi yang tersebar di 26 provinsi. Sementara itu, jumlah kasus kusta yang terdaftar ada sekitar 18 ribu dan tersebar di kurang lebih 7.548 desa atau kelurahan atau kampung, mencakup wilayah kerja kurang lebih 1.975 puskesmas, di 341 kabupaten/kota di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa di provinsi dan kabupaten/kota yang sudah mencapai eliminasi kusta ternyata masih tetap memiliki kasus kusta. Melihat spesifikasi dan karakteristik penyakit kusta yang khas, menurut Yuri, sangat diperlukan pemahaman dan kemampuan teknis petugas kesehatan di lapangan yang adekuat, serta kemampuan diagnosis yang akurat.
Kementerian Kesehatan meluncurkan Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian (PJJ P2) Kusta untuk tetap meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan wakil supervisor (wasor) kusta di provinsi dan kabupaten-kota di era kebiasaan baru (new normal). Yurianto sangat mengapresiasi langkah yang telah diambil Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) untuk tetap menerapkan adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi Covid-19 ini dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan wasor kusta di provinsi dan kabupaten-kota melalui metode pelatihan jark jauh.
"Untuk mempermudah transisi dari model pelatihan klasik ke model pelatihan jarak jauh ini, tentu sudah dilakukan penyesuaian dari beberapa komponen, seperti kurikulum dan modul pelatihan, panduan pelatihan, tutor dan peserta, serta penyelenggara,” katanya.
Dengan telah selesainya penyusunan modul PJJ P2 kusta ini, diharapkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota bisa mengimplementasikan pelatihan di wilayahnya masing-masing sebagai upaya penguatan SDM dalam penanggulangan kusta.
“Harapan saya ke depan, modul PJJ P2 Kusta ini dapat segera digunakan dalam mendukung pencapaian eliminasi kusta di Indonesia. Pada prinsipnya adalah bagaimana kita dapat mencegah agar orang sehat dapat tetap terjaga tidak tertular kusta dan bagaimana penderita kusta dapat dikendalikan agar tidak menularkan dan tidak menjadi cacat,” ucap Yurianto.