Sabtu 29 Aug 2020 18:00 WIB

Karhutla Dapat Perluas Sebaran Covid-19 Hingga Kematian

Asap yang ditimbulkan Karhutla terbukti dapat meningkatkan penyakit tuberkulosis

Rep: mabruroh/ Red: Hiru Muhammad
Warga dan personel Manggala Aqni melakukan pemadaman api yang membakar lahan gambut di Kelurahan Tinengi, Kecamatan Tinondo, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/8/2020). Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gambut terjadi di wilayah itu menghanguskan sekitar dua hektare lahan dan belum berhasil dipadamkan akibat cuaca panas dan angin kencang.
Foto: ANTARA/ManggalaAqni
Warga dan personel Manggala Aqni melakukan pemadaman api yang membakar lahan gambut di Kelurahan Tinengi, Kecamatan Tinondo, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/8/2020). Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gambut terjadi di wilayah itu menghanguskan sekitar dua hektare lahan dan belum berhasil dipadamkan akibat cuaca panas dan angin kencang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dapat memperparah sebaran Covid-19 bahkan mengancam nyawa pasien Covid-19. Asap tebal yang dihasilkan karhutla sangat berbahaya bagi paru-paru dan tubuh manusia apalagi yang sudah memiliki penyakit pernapasan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono dalam acara webinar, "Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi Covid-19", bahwa asap yang ditimbulkan karhutla terbukti dapat meningkatkan penyakit tuberkulosis. Karena dalam asap tebal tersebut menurutnya, terdapat peningkatan index NO2 (Nitrogen Dioksida) yang lebih beresiko dibandingkan PM10 dan SO2 (Sulfur Dioksida). 

Oleh karenanya, apabila terdapat penduduk dengan gangguan fungsi paru terinfeksi Covid-19 lalu menghirup asap karhutla maka dapat meningkatkan angka kematian. Ditambah lagi, Pandemi Covid-19 diprediksi akan berlangsung lama dan baru akan mereda pada 2022, artinya jika dibiarkan maka korban meninggal dunia akan semakin banyak.

"Artinya akan banyak yang meninggal ditambah lagi kalau ada kebakaran hutan, jadi kita harus mencegah dua-duanya, kebakaran hutan jangan sampai terjadi, karena akan memperburuk era pandemi dan juga pandemi ini sebenarnya bisa diatasi kalau serius mengendalikan (penyebaran)," jelas Pandu dalam webinar pada Sabtu (29/8). Webinar digelar Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia.

Penyakit Tuberklosis atau TBC, ungkap Pandu, Indonesia adalah negara dengan penderita TBC tertinggi ketiga di dunia. Tetapi tidak ada Menteri Kesehatan yang berani mengungkapkan hal ini kepada Presiden.

Oleh karenanya, karhutla di era pandemi ini harus benar-benar dicegah agar tidak menjadi liar dan tak terkendali. Karena asap yang ditimbulkan akan benar-benar berdampak buruk pada penderita tuberkulosis.

"Kalau masuk ke paru, kan akan dibawa oleh darah menuju ke semua sistem tubuh kita, bukan hanya pada paru tapi (juga berdampak pada) fungsi imunitas lainnya," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement