Jumat 28 Aug 2020 18:00 WIB

Klaster Pabrik di Jabar, dari LG ke Suzuki

Lebih dari 300 karyawan pabrik LG dan Suzuki terinfeksi Covid-19.

Suasana pabrik Suzuki di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/8). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi sebanyak 71 karyawan pabrik Suzuki terpapar Covid-19 dan saat ini pihak pabrik telah mengurangi 50 persen kapasitas produksi dari kondisi normal.
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Suasana pabrik Suzuki di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/8). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi sebanyak 71 karyawan pabrik Suzuki terpapar Covid-19 dan saat ini pihak pabrik telah mengurangi 50 persen kapasitas produksi dari kondisi normal.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Uji Sukma Medianti, Arie Lukihardianti

Satu lagi pabrik di kawasan Jawa Barat menjadi klaster penyebaran Covid-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Barat (Jabar) pun terus memantau perkembangan timbulnya klaster penyebaran Covid-19 di sejumlah pabrik. Pabrik-pabrik yang menjadi tempat penyebaran Covid-19 itu diminta sementara berhenti operasi hingga terdapat kepastian hasil pemeriksaan tim medis.

Baca Juga

Sekretaris Gugus Tugas Covid-19 Jabar, Daud Achmad, mengatakan seluruh karyawan di pabrik yang menjadi klaster Covid-19 harus menjalani uji usap (swab test). Selama hasilnya belum diketahui, aktivitas pabrik diminta berhenti sementara. "Kalau sudah diketahui hasilnya, baru yang negatif boleh kerja," kata dia di Kota Tasikmalaya, Jumat (28/8).

Berdasarkan catatan Republika, kemunculan klaster pabrik di Jabar ramai setelah ratusan karyawan di pabrik LG Electronics Indonesia di Bekasi terpapar Covid-19. Menyusul, dua pabrik di Karawang ditutup akibat terdapat puluhan karyawan terkonfirmasi positif Covid-19. Terbaru ada 71 orang karyawan pabrik Suzuki Indonesia di Bekasi, yang terkonfirmasi posirif Covid-19.

Menurut Daud, sejak awal kawasan industri di Jabar diperbolehkan beroperasi, manajemen harus menerapkan protokol kesehatan sesuai pedoman yang ada. Pedoman itu tertuang dalam Pergub Jabar Nomor 46 Tahun 2020, yang di dalamnya dimuat syarat aktivitas di industri manufaktur yang disesuaikan dengan zona pabrik itu berada.

Namun, menurut Daud, karyawan yang bekerja dalam pabrik itu nyatanya tak berasal dari satu kawasan, melainkan ada pula yang berasal dari luar daerah. Ia mencontohkan, dalam kasus klaster pabrik LG Electronics, dari sekira 200-an karyawan yang terkonfirmasi, hanya 78 orang yang merupakan warga Bekasi. Artinya, terdapat potensi virus itu terpapar dari pergerakan lalu lintas orang dari luar daerah.

"Saat di pabrik mungkin terkontrol, tapi pulang kerja tidak ada yang mengontrol. Di pabrik juga kalau di kantin harus tetap jaga jarak. Tapi saya tidak berani menebak ini asalnya dari mana," kata dia.

Setelah klaster pabrik LG, kini muncul klaster pabrik Suzuki. Wakil Juru Bicara Satgas Covid-19, Kabupaten Bekasi, Irfan Maulana, menuturkan temuan kasus itu bermula dari adanya pemantauan massal yang dilakukan perusahaan. “Ini awalnya dari hasil skrining yang dilakukan Suzuki,” kata Irfan saat dihubungi Republika, Jumat (28/8).

Saat ini, kata dia, pemantauan sudah hampir selesai dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi. Dia memuji upaya perusahaan Suzuki mendeteksi dan melakukan pencegahan penyebaran virus di lingkungan kerja. “Upaya Suzuki luar biasa untuk mendeteksi dan pencegahan,” ungkapnya.

Dihubungi terpisah, Head of Public Relation & Digital PT Suzuki Indomobil Sales, Rudiansyah, menuturkan, jauh sebelum ditemukannya kasus positif di pabrik, pihaknya telah melakukan tes cepat atau rapid secara rutin. Namun, setelah dilakukan tes massal pada awal Agustus, ditemukan ada yang reaktif. Kemudian, pihak perusahaan pun menindaklanjuti dengan melakukan PCR (polymerase chain reaction) tes terhadap semua karyawan yang memiliki riwayat interaksi dengan karyawan yang terpapar.

“Sebetulnya sebelum Agustus, sebelum pandemi kita rutin rapid. Nah tapi yang masif di awal Agustus. Dari situ mulai kelihatan yang positif. Di awal Agustus kita mulai melakukan rapid dan swab,” terang Rudi.

Dikutip dari laman resminya, President Director PT Suzuki Indomobil Motor/PT Suzuki Indomobil Sales, Seiji Itayama mengatakan, saat ini di pabrik Tambun I ada 71 orang karyawan yang terpapar Covid-19. "Kami sangat concern mengenai kesehatan karyawan. Meskipun kami sudah menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid- 19 dengan ketat, penularan tersebut tidak bisa dihindari. Untuk itu, pengurangan kapasitas produksi harus dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut," kata dia.

Menurut dia, 71 karyawan tersebut saat ini sedang menjalani karantina mandiri dan beberapa di antaranya mendapatkan perawatan di rumah sakit. Ia mengatakan, pihaknya selalu berkoordinasi dan menyampaikan perkembangan situasi terkini dan penanganannya kepada tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi. Suzuki juga telah melakukan berbagai upaya pencegahan sebelumnya dan tindakan yang direkomendasikan tim Gugus Tugas Covid-19.

Ia menyebutkan, upaya-upaya tersebut di antaranya adalah melakukan uji usap (swab test) terhadap semua karyawan yang memiliki riwayat interaksi dengan karyawan yang terpapar. Selain itu, seluruh karyawan Suzuki lainnya juga telah melakuka uji cepat (rapid test) Covid-19.

“Kami melakukan penanganan yang cepat baik untuk karyawan terpapar maupun karyawan lainnya. Rekomendasi dari tim Gugus Tugas Covid-19 sudah kami lakukan, termasuk rapid test kepada semua karyawan tanpa terkecuali," kata dia.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, kemarin (27/8), mengatakan ada tiga pabrik yang terdata memiliki karyawan jumlah banyak yang terinfeksi Covid-19. Selain LG dan Suzuki masih ada satu lagi namun ia belum bisa mengungkap karena masih menunggu hasil tes.

Emil mengatakan, di kawasan industri ini jumlah kasusnya banyak karena memang daerah tersebut diperuntukkan bagi perusahaan besar yang menampung banyak pekerja. Emil menegaskan, seharusnya manajemen industri menjadi pihak paling disiplin menerapkan protokol kesehatan. Mereka, harus bisa membuat kawasannya bersih dan tidak menjadi tempat penyebaran virus.

Emil menilai, dengan adanya kasus yang angkanya besar bisa saja protokol kesehatan di dalam pabrik kurang maksimal. Bisa juga, karena pemakaian masker oleh karyawan tidak benar, atau aturan jaga jarak tidak dipatuhi seluruhnya.

"Sehingga ada OTG (orang tanpa gejala) wara-wiri (berkeliling) melakukan kegiatan. Ini sebenarnya yang harus kita waspadai," kata Emil.

Emil pun meminta, manajemen perusahaan yang ingin membuka kembali operasinal agar memaksimalkan penegakan protokol kesehatan. Khususnya, untuk industri yang mempekerjakan banyak orang harus tetap waspada.

Dengan adanya kejadian ini, kata dia, memperlihatkan bahwa industri itu tidak kebal terhadap penyebaran virus corona. "Jangan sampai industri yang sudah buka kemudian tutup lagi gara-gara Covid-19," katanya.

Di sisi lain, kata Emil, penyebaran virus bisa saja tidak terjadi di perkantoran atau industri tempat bekerja. Karena, manajemen perusahaan belum bisa dengan tegas melarang pekerja untuk melakukan berbagai hal ketika mereka selesai bekerja.

Bisa saja, kata dia, ada pekerja yang selepas jam kantor kemudian bepergian ke pasar atau bersantai bersama teman-teman di tempat makan. Kemudian, dari sana mereka terpapar sehingga kemudian terbawa ke rumah dan kantor.

"Maka protokol kesehatan di tempat kerja yang harus ditegakkan dan disiplin. Kalau bisa industri mendisiplinkan mereka baik di pabrik maupun di rumah," katanya.

photo
Mengenakan masker wajib dilakukan di era new normal. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement