REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi Nasional, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan agar daerah jangan ragu-ragu melakukan percepatan terhadap realisasi penyerapan belanja daerah. Hal tersebut diungkapkan Mendagri pada Rakor melalui Video Conference dalam rangka Meningkatkan Efektivitas Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Selain itu dibahas juga terkait realisasi APBD TA 2020 dan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang dilaksanakan secara maupun virtual zoom, Gedung B Lt.2 Kemendagri, Jakarta Pusat.
Adapun, data alokasi dan realisasi APBD provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia TA 2020 berdasarkan hasil laporan Pemerintah Daerah (Pemda), data yang diolah oleh Ditjen Bina Keuangan Daerah pada 27 Agustus 2020 pukul 01.00 WIB yaitu: provinsi dan kabupaten/kota: dengan target anggaran pendapatan sejumlah 1.112,05 Triliun, dengan realisasi pendapatan mencapai 583,92Triliun, setara dengan persentase 52,51%. Kemudian, target anggaran belanja 1.165,32 Triliun, dengan realisasi belanja mencapai 501,54 Triliun, setara dengan persentase 43,04%.
Secara khusus, rata-rata dari pencapaian setiap provinsi dengan anggaran pendapatan 321, 08 Triliun, telah berhasil mencapai realisasi pendapatan 173, 12 Triliun dengan perhitungan persentase sama dengan 53, 92%,. Sedangkan, untuk target anggaran belanja 342, 40 Triliun realisasi belanja mencapai 153, 20 Triliun, setara dengan persentase 44,74%.
Tito melanjutkan, Kabupaten/Kota target anggaran pendapatan senilai 790, 97 Triliun, dengan realisasi pendapatan mencapai 410,80 Triliun, setara dengan persentase 51,94%. Kemudian, untuk target anggaran belanja 822,92 Triliun; berhasil mencapai realisasi belanja 348,34 Triliun, setara dengan persentase 42,33%.
Selain itu, Mendagri juga sangat mengapresiasi 107 Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia yang persentase realisasi belanja atau APBD-nya telah mencapai diatas rata-rata Nasional (48,86%).
"Diimbau juga agar Pemerintah Daerah yang persentase realisasi Belanja masih dibawah 30% untuk segera merealisasikan anggarannya. Tercatat 41 provinsi atau Kabupaten/Kota diantaranya," kata Tito, Jumat (28/8).
Menurut Mendagri, permasalahan rendahnya realisasi pendapatan dan belanja daerah disebabkan oleh beberapa faktor. "Pertama, permasalahan umum pendapatan daerah diantaranya pungutan terhadap potensi pajak dan retribusi kurang optimal akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Pemda, kata dia, terlalu tinggi dalam menetapkan target pendapatan tanpa memperhatikan potensi yang dimiliki; terjadinya pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat akibat berkurangnya penerimaan negara dampak dari pandemik covid-19.
Kedua, kata dia, permasalahan umum belanja daerah diantaranya, kepala daerah berhati-hati dalam melakukan belanja memperhatikan cashflow pendapatan, kurangnya ketersediaan dana akibat pengurangan dana transfer yang berimbas pada pendanaan kegiatan yang bersumber dari dana transfer. "Pemda cenderung melakukan lelang di triwulan dua dan pihak ketiga cenderung menarik dana pembayaran kegiatan pengadaan pada akhir tahun," ujarnyan
Oleh karena itu, Mendagri membuat beberapa strategi untuk membantu daerah agar dapat melakukan percepatan penyerapan pendapatan. Pertama, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan yang memperhatikan aspek legalitas, keadilan, kepentingan umum, karakteristik daerah dan kemampuan masyarakat.
Kedua, melakukan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan Pemerintah dan stakeholder terkait. Ketiga, meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam upaya optimalisasi kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah.
"Keempat, meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak daerah dan retribusi daerah. Kelima, meningkatkan pemanfaatan IT dalam melakukan pemungutan PAD. "Keenam, melakukan penyempurnaan sistem administrasi dan efisiensi penggunaan anggaran daerah," ujarnya.