REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik M Pratama mengatakan, sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) masih perlu dilakukan uji coba terus-menerus oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bahkan, KPU seharusnya melibatkan berbagai pihak dalam pelaksanaan uji coba Sirekap.
"Bukan hanya kemudian pemantau pemilu, penyelenggara pemilu yang dilakukan uji coba ini, tetapi juga uji coba bisa dilakukan di hadapan peserta pemilu, partai politik, dan juga pemilih," ujar Heroik dalam diskusi daring, Rabu (26/8).
Dengan demikian, lanjut dia, pihak-pihak yang terlibat dalam pemilihan dan publik dapat mengetahui cara bekerja Sirekap hingga mendapatkan legitimasi. Berdasarkan uji coba Sirekap pada Selasa (25/8), Perludem mencatat masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam sistem tersebut.
Mulai dari teknologi, infrastruktur Sirekap seperti gawai, kesiapan sumber daya manusia (SDM) atau penyelenggara pemilihan ad hoc dalam hal ini petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), dan yang paling mendasar kerangka hukum. Menurut Heroik, pemanfaatan teknologi dalam pemilu harus dipersiapkan dengan matang, inklusif, dan waktu yang cukup.
Selain hal-hal yang disebutkan tadi, KPU perlu membuka ruang audit teknologi secara akuntabel. Lebih penting lagi, KPU harus membangun kepercayaan publik terhadap teknologi yang digunakan dalam pemilihan.
Ia menegaskan agar KPU menggunakan Sirekap pada Pilkada 2020 hanya sebagai data pembanding atau data informasi yang transparan bagi publik. Sirekap belum bisa menggantikan rekapitulasi hasil penghitungan suara secara manual berjenjang.
"Melainkan dilakukan secara paralel dengan rekapitulasi manual untuk mengukur akurasi Sirekap," kata Heroik.
Heroik menambahkan, KPU dapat memanfaatkan momentum pilkada serentak tahun ini untuk uji coba Sirekap. KPU dapat menggunakan Sirekap bersamaan dengan rekapitulasi manual berjenjang yang masih menjadi hasil pemilihan resmi.
Dengan begitu, dalam Pilkada 2020, KPU dapat mengukur akurasi dan kredibilitas Sirekap. "Sebatas uji coba untuk menyandingkan kira-kira sistem Sirekap ini hasilnya sesuai tidak dengan hasil yang dilakukan secara manual," lanjut Heroik
Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi mengapresiasi uji coba Sirekap dan rencana penerapannya dalam Pilkada 2020. Akan tetapi, ia menegaskan agar KPU juga tetap melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara secara manual dan berjenjang yang menjadi hasil resmi Pilkada 2020.
"(Sirekap) belum bisa diberlakukan artinya proses pilkada itu masih menggunakan rekapitulasi yang konvensional. E-rekap untuk membantu," kata Johan saat dihubungi Republika.
Menurut dia, penerapan Sirekap dalam Pilkada bisa menjadi persiapan apabila seandainya rekapitulasi suara dilakukan seluruhnya secara elektronik. Sebab, undang-undang tentang pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) masih menetapkan hasil resmi pemilihan merupakan rekapitulasi yang dilakukan secara manual dan berjenjang.
"Kalau itu diberlakukan secara menyeluruh kemudian dianggap sebagai hasil final itu tentu harus ada payung hukumnya, undang-undang," tutur Johan.
Ia menambahkan, ruang tersebut terbuka karena saat ini DPR tengah membahas rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pembahasan tersebut juga rencananya akan dilakukan secara komprehensif dengan menyesuaikan undang-undang yang berkaitan seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Sekarang kan ada revisi Undang-Undang Pemilu mungkin nanti bisa saja diusulkan. Tetapi perlu dipahami bersama bahwa kondisi baik geografis, demografis di Indonesia ini kan berbeda-beda," imbuh Johan.