Selasa 25 Aug 2020 14:41 WIB

Aksi Buruh Tolak RUU Cipta Kerja tak Hanya di Jakarta

Aksi serentak buruh menolak RUU Cipta Kerja juga dilakukan di berbagai daerah.

Ribuan buruh dari berbagai organisasi menggelar aksi menolak Omnibus Law, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/8). Aksi tersebut tidak lepas dari terus berjalannya pembahasan Omnibus Law. Dalam aksinya, buruh juga menolak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ribuan buruh dari berbagai organisasi menggelar aksi menolak Omnibus Law, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/8). Aksi tersebut tidak lepas dari terus berjalannya pembahasan Omnibus Law. Dalam aksinya, buruh juga menolak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Riskyan Adiyudha, Nawir Arsyad Akbar

Puluhan ribu buruh melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dipusatkan di Menko Perekonomian dan DPR RI, Selasa (25/8). Aksi tersebut dilakukan bukan hanya di DKI Jakarta, namun juga di sejumlah tempat lainnya.

Baca Juga

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi serentak juga dilakukan di berbagai daerah. Antara lain, Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Banten di Serang, Jawa Tengah di Semarang, Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya.

"Aksi serupa juga akan dilakukan di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Batam, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Makasar, Manado, Kendari, Mataram, Maluku, Ambon, Papua, dan sebagainya," kata Said Iqbal saat dikonfirmasi Republika melalui pesan singkat, Selasa (25/8).

Ada dua isu yang dibawa dalam aksi ini adalah tolak omnibus law draf pemerintah dan setop PHK massal dampak Covid 19. Dijelaskan Said Iqbal, setidaknya ada sembilan alasan kaum buruh menolak omnibus law draf pemerintah, yang terangkum dalam 23 pertanyaan mendasar untuk menolak omnibus law.

Kesembilan alasan tersebut adalah hilangnya upah minimum, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, phk dipermudah, hak cuti dan upah atas cuti dihapus, tka buruh kasar dipermudah masuk, sanksi pidana dihapus, serta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup.

"Kami berharap, pemerintah dan DPR bisa menerima sikap KSPI bersama KSPSI AGN, dan 32 Konfederasi serta federasi lainnya, yaitu mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dan RUU Cipta Kerja, atau setidaknya UU no 13/2003 tidak dilakukan perubahan atau dikurangi sama sekali."

Kalaupun klaster ketenagakerjaan tidak dicabut dari RUU Cipta Kerja, dia meminta agar setidaknya UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diubah atau direvisi sedikitpun. Termasuk didalamnya semua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah final terhadap regulasi tersebut tidak boleh diubah.

"Kalaulah ingin memasukkan perihal ketenagakerjaan kedalam omnibus law maka sebaiknya memasukan tentang perihal pengawasan ketenagakerjaan agar lebih kuat," kata Said.

Dia mengatakan, bahasan lain yang juga lebih baik dimasukan ke dalam klaster ketenagakerjaan adalah peningkatan produktivitas melalui program pendidikan dan pelatihan atau segala sesuatu yang belum diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Seperti pekerja industri rintisan, UMKM dan transportasi daring.

Said mengatakan, aksi penolakan akan terus berlanjut jika aspirasi buruh tidak dikabulkan pemerintah dan DPR RI. Dia mengungkapkan, aksi serupa juga akan dilakukan di berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, pihaknya terbuka untuk menampung aspirasi dari serikat buruh terkait RUU Cipta Kerja. Untuk itu, ia mengimbau tak perlu lakukan aksi penolakan, karena berpotensi menularkan Covid-19.

"DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran Covid-19," ujar Puan lewat keterangan resminya, Selasa (25/8).

Ia memastikan, DPR merupakan rumah dan perwakilan rakyat. Sehingga, pintu lembaganya selalu terbuka untuk mendengarkan aspirasi serikat buruh.

"DPR RI, yang merupakan rumah rakyat, membuka pintu bagi kelompok buruh untuk menyampaikan aspirasinya secara legal dan formal dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja," ujar Puan.

Selain itu, kata Puan, DPR dan serikat buruh telah membentuk tim perumus. Di mana keduanya telah menghasilkan empat poin kesepakatan. Salah satunya perihal ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan pembahasan RUU Cipta Kerja.

DPR juga akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja secara cermat. Serta, hati-hati, transparan, terbuka, dan mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional.

"Kami mendukung terciptanya lapangan kerja, perbaikan ekonomi, serta tumbuh dan berkembangnya UMKM lewat RUU Cipta Kerja," ujar Puan.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menemui massa serikat buruh yang menggelar aksi tolak RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Jakarta. Ia menyampaikan, pihaknya akan mengupayakan aspirasi yang diperjuangkan oleh serikat buruh.

"Bahwa DPR RI akan sekeras kerasnya memperjuangkan aspirasi kawan kawan sekalian," ujar Dasco di hadapan massa aksi tolak RUU Cipta Kerja, Selasa (25/8).

Ia menjelaskan, DPR dan serikat buruh telah membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja. Keduanya menghasilkan empat kesepahaman, pertama, terkait klaster ketenagakerjaan yang mengatur beberapa hal, seperti upah, pemutusan hubungan kerja, jaminan sosial, dan lain-lain, harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi.

Kedua, berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Ketiga, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri. Maka pengaturannya dapat dimasukan ke dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik. Terakhir, fraksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh kedalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi.

"Kita sekarang sudah bersaudara dan kami akan sekeras-kerasnya memperjuangkan apa yang sudah kita sepahamkan dengan tim perumus," ujar Dasco.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyampaikan komitmen yang sama di hadapan massa aksi. Dibentuknya tim perumus, merupakan bukti bahwa pihaknya mendengarkan aspirasi perihal RUU Cipta Kerja.

"Tidak ada perjuangan yang bisa dilakukan hanya segelintir orang, apa yang sudah menjadi komitmen bersama Said Iqbal, Sufmi Dasco, dan kami adalah bentuk persatuan perjuangan kita," ujar Willy.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement