REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan puluhan ribu buruh akan menggelar aksi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR/MPR dan kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada Selasa (25/8). Selain itu, serikat buruh juga akan menuntut dihentikannya pemutusan hubungan kerja (PHK) atas alasan pandemi Covid-19.
“Sampai saat ini kami belum melihat apa strategi pemerintah dan DPR untuk menghindari PHK besar-besar akibat Covid-19 dan resesi ekonomi. Mereka seolah-olah tutup mata dengan adanya ancaman PHK yang sudah di depan mata, tetapi yang dilakukan justru ngebut membahas omnibus law,” ujar Said lewat keterangan tertulisnya, Senin (24/8).
Menurutnya, RUU Cipta Kerja akan merugikan kelompok pekerja dan buruh. Sebab, regulasi tersebut disebutnya akan menghapus UMK, dan memberlakukan upah per jam di bawah upah.
Selain itu, RUU Cipta Kerja dinilai akan mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja. Serta, penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan.
“Omnibus law juga akan mempermudah masuknya TKA buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup,” ujar Said.
Untuk itu, KSPI meminta agar pembahasan RUU Cipta Kerja dihentikan. Selanjutnya, pemerintah dan DPR diminta untuk fokus menyelesaikan permasalahan yang terjadi sebagai dampak Covid-19.
Dia mengatakan, aksi serupa juga akan dilakukan di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Batam, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Makassar, Manado, Kendari, Mataram, Maluku, Ambon, Papua, dan sebagainya. “Bilamana DPR dan Pemerintah tetap memaksa untuk pengesahan RUU Cipta Kerja, bisa saya pastikan, aksi-asi buruh dan elemen masyarakat sipil yang lain akan semakin membesar,” ujar Said.