REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG - Pusat Pembelaan Hak-hak Perempuan (Women's Crisis Center) Palembang menyebut kekerasan berbasis gender melalui aplikasi daring selama pandemi Covid-19 lima bulan terakhir meningkat.
Direktur Eksekutif Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi, mengatakan kekerasan berbasis gender paling banyak berupa penyebaran foto-foto pribadi disertai ancaman sehingga menimbulkan trauma bagi perempuan-perempuan yang menjadi korban.
"Ada peningkatan 30 - 40 persen berdasarkan jumlah korban-korban yang mengadu ke WCC, rentang usia korban 15 - 28 tahun," ujarnya, Sabtu (22/8)
Menurut dia, kekerasan berbasis gender daring sudah banyak terjadi sebelum adanya Covid-19, namun saat ini terjadi peningkatan karena tingginya penggunaan platform digital membuat para pelaku lebih berani untuk mengunggah konten-konten pribadi.
Konten-konten pribadi berupa foto-foto intim saat pacaran tersebut diunggah dengan lebih dulu disertai ancaman, kata dia, biasanya dilakukan oleh pria yang diputuskan oleh pacarnya atau pria yang meminta uang kepada pacarnya namun tidak diberikan. Kondisi ini, lanjut dia, termasuk kekerasan dalam pacaran (KDP).
Namun tidak jarang para pelaku merupakan para peretas tidak bertanggung jawab yang mencuri foto maupun video pribadi kemudian menyebarluaskan foto-foto tersebut ke internet. Ia pun mengimbau agar para korban yang merasa dirugikan melapor ke polisi.
"Saat ini sudah banyak yang berani melaporkan kekerasan berbasis gender daring karena sudah banyak edukasi dari WCC, polisi maupun pihak-pihak pelindung hak perempuan lainnya," kata Yeni.
Sementara itu WCC Palembang juga mencatat sejak awal 2020 hingga kini telah menerima 72 laporan kasus kekerasan, terdiri dari 20 kasus KDRT, 18 kasus pemerkosaan, 13 kasus pelecehan seksual, 12 kasus KDP dan sembilan kekerasan lainnya.