REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggerebek sebuah rumah vila di kawasan Cipanas, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Rabu (19/8) malam. Dari hasil penggerebekan itu, ditemukan 15 orang anak buah kapal (ABK) yang diterlantarkan oleh agensi tempat mereka bekerja.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, penggerebekan itu dilakukan atas dasar laporan yang masuk ke lembaganya. Setelah dilakukan penggerebekan, terdapat 15 ABK yang diterlantarkan oleh agensi tempat mereka bekerja.
"Iya tadi malam kami gerebek rumah atau vila yang dijadikan tempat penampungan 15 ABK. Mereka terpaksa bertahan karena menunnggu hak mereka yang belum dibayar," kata dia, saat dihubungi, Kamis (20/8).
Menurut dia, para ABK itu dipekerjakan oleh perusahaan agensi yang berbasis di Kabupaten Garut, PT Gafa Samudra Abadi. Para ABK itu telah bekerja pada sebuah perusahaan penangkap ikan di Taiwan selama dua tahun. Namun, sejak setahun terakhir mereka kembali ke Indonesia dan ditampung di sebuah vila di Kabupaten Garut.
Benny mengatakan, para ABK itu terpaksa tinggal di vila tersebut karena menunggu janji pihak agensi yang akan membayar hak mereka. Ia menyebutkan, besaran hak yang belum dibayarkan pihak agensi ke para ABK itu bervariatif, berkisar Rp 40 juta hingga Rp 130 juta.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil penelusuran BP2MI, perusahaan Taiwan itu sudah membayarkan upah para ABK ke pihak agensi. Namun, menurut dia, seharusnya upah dibayarkan langsung kepada keluarga ABK, bukan agensi.
"Jadi perlu penyelidikan serius untuk menentukan masalahnya, apakah memang ada kesepakatan perusahaan di Taiwan dengan agensi atau agensi yang tidak benar," kata dia.
Ia menyebutkan, 15 ABK yang ditemukan terlantar di Garut tak hanya berasal dari wilayah. Ia menambahkan, ada ABK yang juga berasal dari Tasikmalaya, Medan, Jakarta, bahkan Bitung. Sembilan di antara 15 ABK itu telah dikembalikan ke rumahnya masing-masing. Sementara sisanya masih diamankan BP2MI untuk selanjutnya dikirimkan kepada keluarganya.
Benny mengatakan, sebelum BP2MI menggerebek tempat itu, para ABK tersebut sebenarnya telah melapor ke Polres Garut dua pekan lalu. Pihak agensi juga sudah dipanggil sebanyak dua kali oleh kepolisian, tapi tak pernah datang.
"Kita ingin polisi menggunakan diskresi untuk menjemput paksa. Saya sudah koordinasi langsung dengan Kapolres (Garut). Jadi ada tindakan nyata agar ada efek jera kepada agensi nakal," kata dia.
Ihwal izin agensi para ABK itu, BP2MI saat ini masih melakukan pendalaman. Berdasarkan temuan sementara, izin agensi itu mengirimkan pekerja migran ke luar negeri dikeluarkan oleh Ditjen Hubungan Laut (Hubla), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Benny mengatakan, lembaganya tak memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha agensi. Karena itu, ia meminta Kemenhub tegas memberkan sanksi.
"Jangan hanya rajin memberi izin tapi tidak memberi sanksi kepada perusahaan nakal itu. Kita juga akan melaporkan temuan ini ke Hubla Kemenhub. Kita akan lengkapi dokumennya dan memberikan perusahaan bersangkytan dicabut izinnya," kata dia.