REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua (MPR RI For Papua) Yorrys Raweyai meminta seluruh pihak untuk melihat persoalan di Papua secara lebih komprehensif dan objektif. "Menjadi pertanyaan, kenapa kami ini ribut di akhir pembiayaan Otsus (otonomi khusus)? Karena Otsus (Papua) dibiayai selama 20 tahun dan akan berakhir 2021?" katanya, saat webinar bertajuk "Otsus dan Masa Depan Papua", Kamis (20/8).
Yorry menjelaskan UU Otsus yang telah berlaku sejak 2001 tidak memiliki masa berlaku tertentu, tetapi pendanaan 2 persen bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) akan berakhir pada 2021. Menurut dia, langkah terpenting saat ini adalah seluruh pihak duduk bersama untuk mengevaluasi perjalanan otsus di Papua selama 20 tahun sebagai masukan untuk menentukan langkah ke depan yang harus dilakukan.
"Bagaimana UU Otsus dilaksanakan? Apakah sudah sesuai harapan? Ini menjadi konsensus strategis bagaimana penyelesaian Papua ke depan," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Papua itu.
Mantan politikus Partai Golkar itu mengakui masih adanya kekurangan dalam pelaksanaan Otsus, termasuk persoalan yang mengganjal sebagai ekses politik masa lalu di Papua, tetapi tidak menutup kemajuan yang sudah dicapai. "Kami harus bisa secara realistis dan objektif memahami itu. Bahwa ada pelanggaran HAM, kejadian-kejadian proses politik masa lalu, yes," ujarnya.
Yorrys menyebutkan Belanda menjajah Indonesia selama lebih dari 300 tahun, termasuk menjajah Papua lebih lama lagi. Akan tetapi, tidak ada fasilitas pendidikan menengah atas, apalagi pendidikan tinggi yang bisa dirasakan masyarakat Papua selama itu.
"Pada 1962 Bung Karno mencanangkan membangun Universitas Cenderawasih. Karena Bung Karno berpikir jauh ke depan. Semua kami yang ada saat ini menikmati SDM dalam konteks NKRI. Sekarang, perguruan tinggi hampir di seluruh kabupaten ada, SMA di mana-mana. Semua ada dan semua hasil produk integrasinya Papua ke dalam NKRI," katanya.
Selain itu, Yorrys juga menyebutkan Presiden Gus Dur sebagai sosok yang berjasa bagi masyarakat Papua, dengan mengembalikan nama Papua dari semula Irian Jaya dan mengembalikan jati diri orang Papua dengan mengangkat simbol-simbol kultur masyarakat Papua. "Itu sebagai landasan mari kami duduk bersama bicarakan Papua," kata Yorrys.
Webinar itu juga menghadirkan Dr. Ismail Suardi Wekke peneliti IAIN Sorong, Papua Barat, kemudian Staf Khusus Milenial Presiden Billy Mambrasar, dan Muhlis bin Gatta dari Forum Jogja Rembug.