Kamis 20 Aug 2020 16:27 WIB

Survei Indikator: Elite Nilai Rapid Test tidak Efektif

Indikator Politik sejak Juli menggelar survei terhadap tokoh terkait pandemi Covid.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Petugas medis menunjukan sampel darah milik para awak sebuah rumah sakit di Jakarta yang mengikuti rapid test serelogy. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Petugas medis menunjukan sampel darah milik para awak sebuah rumah sakit di Jakarta yang mengikuti rapid test serelogy. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak awal Juli lalu, lembaga survei Indikator melakukan jejak pendapat pada elite opinion maker dari berbagai latar belakang di Indonesia. Hasilnya, mayoritas pemuka opini itu memandang bahwa rapid test tidak efektif.

"Sekitar 56,9 persen elite atau opinion maker itu menganggap bahwa rapid test tidak efektif,’’ ujar Direktur Eksekutif Survei Indikator Burhanuddin Muhtadi, Kamis (20/8).

Baca Juga

Namun demikian, hal itu ia sebut berbanding terbalik dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah. Khususnya dalam menjaga jarak, menggunakan masker di tempat umum hingga mencuci tangan. Mengutip survei lembaganya, Burhan menuturkan, sekitar 87,5 persen elite yang kerap kali mengemukakan opini di media itu, menilai penerapan protokol Indonesia sudah dinilai sangat efektif.

"Dalam adaptasi kebiasaan baru, elite tersebut juga cenderung lebih memaknai protokol kesehatan daripada masyarakat umum. Termasuk stay at home, jadi elite lebih tinggi pemahamannya, meski itu bukan hal baru," kata dia.

Burhanuddin menambahkan, dalam survei yang dilakukan pada pemuka opini yang di antaranya adalah akademisi, pemimpin media, kepala daerah, peneliti, kepala NGO, pemuka agama dan lainnya itu, memandang kinerja terhadap pemerintah lebih kritis.

Bahkan, elite dalam survei Indikator, memandang jika pemprov dalam menangani Covid-19 dari segi pelaksanaan dan pencegahan, lebih baik daripada pemerintah pusat.

"Mungkin itu karena informasi yang didapat juga lebih banyak,’’ ungkap Burhanuddin.

Dia menjelaskan, survei indikator memang tidak memiliki data survei pemuka opini sebelumnya. Oleh sebab itu, dari narasumber yang ada, dipilih 304 elite yang kerap mengemukakan pendapatnya dari 20 kota di Indonesia.

Dalam survei tersebut ia mengklaim jika tidak ada margin or error. Pasalnya, survei yang dilakukan itu tidak ada survei pemuka opini sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement