Rabu 19 Aug 2020 18:05 WIB

Agustusan Kaum Santri

Apakah santri dapat memiliki jiwa patriotisme juga nasionalisme?

Para santri Pondok Pesantren Riyadlul
Foto:

Perayaan Agustusan, paling tidak dimaksudkan sebagai momentum mengingat-ingat kembali perjalanan negara bangsa Indonesia. Sebuah bangsa yang di masa lalu pernah mengalami “masa-masa sangat berat”,  dijajah bangsa pendatang, bangsa asing yang keseluruhannya sangat  asing.

Selain itu, Agustusan juga dimaksudkan sebagai momen untuk    meneladani patriotisme sekaligus nasionalisme para pejuang bangsa.  Mereka, para pejuang, adalah orang-orang yang dianugerahi keberanian, kerelaan, kesediaan, ketulusan, untuk berjuang mengorbankan  segalanya demi kemuliaan manusia sekaligus demi tegaknya keadilan. Sehingga, atas berkat rahmat Allah dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur: Indonesia bangkit. Indonesia melawan. Indonesia menang!

Dengan mengingat-ingat itu semua, darah para pejuang diharapkan menetes deras kepada kita dan membakar gelora perjuangan kita, generasi yang hidup di masa sekarang. Lantas, apa kaitannya dengan kaum santri, apakah santri dapat memiliki jiwa patriotisme juga nasionalisme? Kita tidak akan pernah mengajukan pertanyaan naif seperti ini!

Pertanyaan yang mungkin kita ajukan adalah: Bagaimana santri dapat memiliki jiwa patriotisme sekaligus nasionalisme yang kokoh? Disebut   dalam banyak catatan sejarah, bahwa motor penggerak utama masyarakat Indonesia dalam perjuangan heroik mengusir kaum penjajah adalah para tokoh agama, para kiai, para ulama.

Imbasnya adalah pesantren menjadi episentrum perjuangan dalam melawan penjajah. Sebab ini juga, dalam sejarahnya, pesantren lebih sering muncul di daerah “terpencil”, bahkan terpaksa harus berpindah-pindah lantaran selalu menjadi target utama “operasi“ kaum penjajah.

Pascamerdeka, pesantren seolah terus bergerak dan merangsek masuk ke jantung-jantung kota besar. Kembali ke kiai-ulama yang adalah penggerak perjuangan.

Kiai atau ulama sering dimaknai sebagai  seseorang yang memiliki kedalaman pengetahuan agama (Islam), keistikomahan pengamalan ajaran agama (Islam), sekaligus kepekaan mendalam terhadap nasib sesama. Ketiganya lalu mengkristal pada sikap dan keadaan khasy-yah kepada Allah.

Seorang ulama akan senantiasa tunduk dan patuh hanya kepada Allah, bukan yang lain. Seorang ulama adalah pasti pejuang keadilan, sekaligus penentang segala bentuk kezaliman.

Di dalam doktrin agama, manusia  wajib  dimuliakan. Bahkan Allah sendiri  memuliakan manusia(anak Adam as). Karenanya, segala bentuk penjajahan di atas dunia wajib dihapuskan.

Itulah di antara kredo agama yang pasti tertanam kokoh dalam diri setiap kiai-ulama. Para kiai, mereka adalah orang-orang yang telah mencerap  saripati ajaran agama. Dan dengan bekal itulah, dengan bekal keyakinan dan kedalaman atas agama itulah, mereka para ulama-kiai memimpin langsung mengangkat senjata melawan penjajah.

Sampai di sini menjadi jelas bahwa: patriotisme dan nasionalisme kiai-ulama adalah patriotisme dan nasionalisme yang dijiwai oleh agama   (Islam). Nasionalisme dalam diri ulama-kiai adalah nasionalisme yang  basisnya sama sekali bukan berasal dari pemikiran/ filsafat manapun. Sebab nasionalisme yang tertancap kokoh dalam sanubari kiai-ulama adalah nasionalisme yang berbasis pada nilai-nilai suci agama (Islam).

Kita lalu paham, dalam nuansa heroisme seperti apa maklumat hubbul  wathan minal iman di-titah-kan! Adapun santri, yang tidak lain dan  tidak bukan adalah “khadim” kiai, ia akan “berusaha mati-matian” untuk  menduplikasilaku-lampah kyai. Dari keadaan seperti inilah, lantas santri mewarisi semua yang ada pada kiainya, tak terkecuali jiwa patriotisme dan nasionalisme.

Jika sudah harus diakhiri, agaknya kita sudah dapat menegaskan bahwa benar belaka umat Muslim Indonesia adalah Muslim yang religius.  Dalilnya: yang menjadi landasan nasionalisme dan patriotisme, yang selanjutnya tertanam kuat dan kokoh dalam sanubari Muslim Indonesia adalah ajaran suci agama (Islam). Bukan yang lain! Tidak yang lain!

Dan siapa saja anak bangsa yang mewarisi patriotisme dan nasionalisme serupa patriotisme dan nasionalisme yang dimiliki kiai-ulama, merakalah yang penulis maksud sebagai: kaum santri!.

Dirgahayu Republik Indonesia. Indonesia Maju. Indonesia Jaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement