Selasa 18 Aug 2020 13:41 WIB

Penemuan Kombinasi Obat Covid-19 Unair, Ini Tanggapan IDI

Obat yang ditemukan merupakan campuran dari berbagai macam obat tunggal.

Rep: Puti Almas/ Red: Agus Yulianto
Profesor Muhammad Nasih
Foto: pilrek.unair.ac.id
Profesor Muhammad Nasih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kombinasi obat untuk infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) temuan Universitas Airlangga (Unair) telah diklaim efektif untuk mengobati penyakit yang menjadi pandemi global saat ini. Dalam keterangan yang diberikan, saat ini obat tengah memasuki tahap izin produksi dan edar. 

Dalam proses pembuatan obat kombinasi ini, tim peneliti dari UNAIR bekerja sama dengan TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN). Perlu diketahui, kombinasi obat ini di antaranya adalah Azithromycin, Chloroquine, Hydroxychloroquine, Clarithromycin, Doxycycline, Lopinavir Ritonavir, Favipiravir, dan kombinasinya.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, Hydroxychloroquine sendiri merupakan obat yang resisten terhadap malaria dan ternyata efektif untuk berberapa epenyakit lainnya, seperti lupus. Sebelumnya, Chloroquine juga diduga bermanfaat untuk mengobati SARS (sindrom pernapasan akut parah) yang pernah menjadi wabah pada 2002 hingga 2004.

“Sehingga dari sana banyak sekali negara memakai Hydroxychloroquine untuk pengobatan COVID-19. Tetapi, semakin lama diketahui banyak pasien dengan gejala ringan dan dapat sembuh sendiri, khususnya OTG (orang tanpa gejala),” ujar Zubairi kepada Republika, Senin (17/8). 

Dari sana, sejumlah penelitian lebih lanjut dilakukan terhadap Hydroxychloroquine dan ditemukan adanya efek samping berbahaya dari penggunaan obat, yaitu pengaruh pada irama jantung. Zubairi mengatakan, penelitian dalam skala besar dilakukan oleh Oxford University di Inggris yang melihat bahwa ternyata angka kematian dari penggunaan ini menjadi lebih tinggi. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyarankan agar penggunaan Chloroquine dihentikan. Zubairi mengungkapkan, salah satu penelitian menunjukkan setelah pemberian obat selama 28 hari, sebanyak 25,7 persen pasien yang menerima Hydroxychloroquine meninggal dunia, di mana persentase ini lebih banyak dibanding 23,5 persen pasien yang meninggal dunia saat menerima perawatan biasa. 

Karena itu, terkait penemuan kombinasi obat dari tim Unair yang salah satunya menyertakan Hydroxychloroquine, Zubairi mengatakan, hal ini bisa berdampak baik dan bermanfaat jika disertakan dengan bukti yang dinilai oleh tim internasional. Pembuktian akan efektivitas obat juga kemudian dirilis di jurnal kedokteran internasional, sehingga ini akan menjadi terobosan bagi dunia.

“Sangat bagus jika ini dinilai oleh tim internasional dan kalau terbukti baik, ini bisa diusulkan terbit di jurnal kedokteran internasional, karena jika tidak maka masih akan jadi tanda tanya besar,” ujar Zubairi. 

Sebelumnya Rektor Unair Nasih menjelaskan, penelitian yang dilakukan tim universitas tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat untuk atasi Covid-19. Namun, oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dianggap sebagai sesuatu yang baru.

Untuk mempercepat proses rilis kombinasi obat tersebut, Nasih meminta TNI, Polri, BIN, IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, Kimia Farma, serta Komite Penangana COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, bahu membahu dan membuang ego sektoral masing-masing. Sehingga, temuan tersebut bisa dikembangkan dan manfaatnya dapat dirasakan masyarakat.

Nasih menjelaskan, obat yang ditemukan merupakan campuran dari berbagai macam obat tunggal yang telah diberikan kepada pasien COVID-19 di berbagai belahan dunia. Kesimpulannya, terdapat tiga kombinasi obat yang ditemukan Unair dan telah melaksanakan uji klinis. Pertama yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

Dalam melaksanakan uji klinis obat kombinasi tersebut, diakuinya tim Unair tidak hanya melakukan pada satu pihak dan satu tempat saja. Nasih menegaskan, tim Unair mekakukan uji klinis pada 13 pusat penelitian di Indonesia, dan masing-masing tempat dikoordinasi oleh salah seorang dokter profesional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement