REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya memperjuangkan kemerdekaan di masa lalu dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Karenanya, momentum Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Republlik Indonesia (RI) harus dijadikan momentum bagi bangsa Indonesia memperkuat ketahanan nasional untuk memerangi Covid-19 dan virus radikal terorisme.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar mengatakan bahwa sesungguhnya untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dalam era Covid-19 saat ini yang harus diprioritaskan adalah adalah penanggulangan virus Covid-19 dan paham radikal terorisme.
"Saat ini ada dua bahaya laten yang harus kita atasi yaitu virus Covid-19 lalu yang kedua adalah radikal terorisme. Ini sama bahayanya. Sebagai warga bangsa, Covid-19 harus dan wajib kita singkirkan dengan usaha dan doa tentunya. Tapi selain itu, virus radikal terorisme ini juga perlu kita singkirkan juga," ujar Prof Nasaruddin Umar beberapa waktu lalu.
Terkait dengan kesiapsiagaan nasional dan momentum 17 Agustus, Prof Nasar menyarankan agar generasi muda diajarkan bela negara sehingga para pemuda itu bisa memiliki semangat bela negara di dalam dirinya.
"Dalam rangka kesiapsiagaan nasional, saya mengusulkan bela negara kepada para pemuda kita. Karena di Mesir itu sebelum sarjana S-1 dia harus latihan wajib militer dulu. Kalau semua anak muda kita didoktrin untuk bela negara dan mental ideologis serta dilatih secara fisik, saya kira daya tahan bangsa kita nanti pasti akan kuat," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Lebih lanjut, Pria kelahiran Bone 23 Juni 1959 itu menyampaikan bahwa untuk mengisi kemerdekaan, masyarakat harus bekerjasama menanggulangi virus yang saat ini tengah melanda Indonesia hingga bersih dari lingkungan.
"Peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menanggulangi wabah Covid-19 saat ini. Selain itu, kami juga berharap kerjasama masyarakat dan pemerintah untuk memerangi atau memusuhi segala bentuk terorisme, kekerasan dan semacamnya. Kalau ini dilakukan saya kira kita akan hidup tentram sebagai warga bangsa," katanya.
Nasaruddin mengungkapkan untuk menanggulangi paham radikal terorisme, masyarakat harus memiliki pemahaman agama yang mendalam dan jangan belajar kepada guru yang tidak tepat. Menurutnya, perlu bagi kita untuk memahami Alquran dan Hadist secara mendalam agar tidak melenceng.
"Karena pemahaman agama yang melenceng bisa bahaya dalam masyarakat. Karena itu belajarlah kepada sumber yang lebih baik. Jangan belajar kepada orang-orang yang tidak jelas sanad keilmuannya darimana. Tiba-tiba datang dengan mengkafir-kafirkan orang lain, membid’ahkan orang, jadi semua orang mau diajak berdebat. Bangsa kita yang seperti ini, yang sangat plural saya harap mari kita jalin persatuan dan kesatuan bukan menekankan aspek perbedaan dan pertentangan," tuturnya.
Mantan Wakil Menteri Agama RI ini menyampaikan bahwa harus ada yang bisa menjadi contoh di dalam masyakat dan dalam paling tidak dalam lingkungan, untuk menjalankan agama secara toleran. Termasuk juga memiliki jiwa nasionalisme untuk membangun bangsa.
"Nasionalisme memiliki banyak bentuk, cinta produk dalam negeri misalnya, cinta pemikiran-pemikiran dalam negeri. Jangan seoalah-olah pemikir Barat itu benar, mutlak, atau Timur Tengah itu benar. Karena kebenaran itu universal, ada di sana, ada di sini. Sama juga kesalahan, ada di sana, ada di sini. Nasionalisme itu bukan hanya konsumsi produk dalam negeri, konsumsi pemikiran dalam negeri pun juga perlu," katanya.