Senin 17 Aug 2020 06:50 WIB

Kontruksi Jalan Bypass BIL-Mandalika Batal Dikerjakan

Kementerian PUPR meminta proyek jalan Bypass BIL-Manadlika ditender ulang.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Jumat (17/5).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Jumat (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pengerjaan kontruksi jalan Bypass Bandara Internasional Lombok menuju Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat batal dilaksanakan bulan Agustus ini. Pembatalan ini dikarenakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meminta dilakukannya tender ulang.

"Awalnya dari tiga paket pekerjaan itu sudah dimenangkan oleh satu perusahaan namun setelah dievaluasi tiba tiba pusat melalui Kementerian PUPR meminta dilakukan lelang kembali," kata Kepala Dinas PUPR NTB, H Sahdan di Mataram, Ahad (16/8).

Baca Juga

Sahdan mengaku, tidak mengetahui alasan dibalik pembatalan tersebut. Karena, semua urusan tender ditangani oleh Kementerian PUPR. Sedangkan tugas daerah hanya diberikan kewenangan menyiapkan teknis seperti lahan atau urusan lain yang berkaitan dengan sosial masyarakat.

"Detailnya itu urusan Menteri, karena semua prosesnya dilakukan di Jakarta. Kalau kita di daerah tidak tahu apa-apa," tegasnya.

Menurutnya, dari infornasiKementerian PUPR akan melakukan tender ulang kembali pada Oktober 2020. Selain tender pengerjaan juga langsung dilakukan pada bulan yang sama.

"Insya Allah pertengahan Oktober sudah kontrak. Action-nya juga di bulan yang sama Oktober," ujar Sahdan.

Sahdan menjelaskan, pengerjaan jalan bypass BIL-Kuta itu, akan di bangun sepanjang 17,35 kilometer dengan lebar 50 meter. Nantinya jalan tersebut memiliki delapan lajur. Sementara total anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan tersebut mencapai Rp800 miliar.

Meski demikian, lanjut Sahdan, sampai dengan saat ini masih ada beberapa orang yang masih mempertahankan lahannya meski hasil apraisal ada. Namun uang pembebasan lahannya itu sudah dititipkankan di pengadilan. Masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan jika ingin dibayar maka harus berurusan dengan pengadilan.

Jika hasil harga apraisal rendah pemerintah pun tidak akan membayar melebihi hasil apraisal tersebut.

"Ada beberapa orang yang masih kuat bertahan. Lainnya hanya ikut ikutan. Yang jelas tidak mungkin dibayar melebihi hasil apraisal," katanya.

Sahdan menyatakan, dengan berkurangnya waktu pengerjaan yang awalnya dimulai Agustus ini dipindah ke pertengahan Oktober tentu banyak konsekuensi yang harus disiapkan agar Juni tahun 2021 Bypass tersebut dapat dituntaskan.

Pemerintah menambahkan sumber daya seperti jumlah tenaga kerja, alat alat, termasuk kebutuhan material ditambah target Juni itu bisa selesai.

"Resikonya menambah tenaga kerja. Tenaga alatnya material kita tambah," ungkapnya.

Disinggung dengan kebutuhan tenaga kerja? Sahdan mengatakan daerah tentu ingin agar pelibatan tenaga kerja lokal bisa maksimal. Dalam pengerjaannya itu tenaga yang dibutuhkan mencapai 1.000 lebih.

Namun Sahdan mensyaratkan yang akan dipakai sesuai dengan kualifikasinya, yakni mempunyai sertifikasi keahlian tertentu. "Kita tetap mendorong agar pelibatan tenaga kerja lokal tetap ada. Karena itu harapan daerah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement