Jumat 14 Aug 2020 19:55 WIB

Kamrussamad: Sanggupkah Tim Ekonomi Realisasikan ABPN 2021? 

Pemerintah mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama.

Kamrussamad anggota Komisi Keuangan dam ekonomi DPR RI mengikuti jalannya persidangan MPR/DPR/DPD RI.
Foto: Istimewa
Kamrussamad anggota Komisi Keuangan dam ekonomi DPR RI mengikuti jalannya persidangan MPR/DPR/DPD RI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5 persesn - 5,5 persen, menyampaikan optimisme yang besar akan kebangkitan ekonomi Indonesia. 

Namun, pertanyaan yang muncul adalah mampukah tim ekonomi pemerintah mewujudkan hal tersebut dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama dalam mencapai target pertumbuhan tersebut?

"Kita tidak meragukan tim ekonomi pemerintah. Tetapi, kenyataan kinerja semester pertama sepanjang tahun 2020 dibuktikan rendahnya penyerapan anggaran, sentralisasi data penerima bansos yang belum ter update, masih belum bergeraknya sektor riil, semakin rendahnya daya beli yang semua berujung pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan hingga  terganggunya demand site dan supply site. Serta koordinasi antar K/L dan pemda belum satu langkah dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan covid dan dampaknya," ujar Kamrussamad dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id,Jumat (14/8).

Dikatakannya, bila melihat berbagai pendapat pakar ekonomi, Indonesia masuk resesi pada Q2/2020 (kuartal2/2020). Karena pertumbuhan ekonomi sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut, dihitung berdasarkan Quarter-on-Quarter-Seasonally Adjusted (QoQ-SA). Yaitu, kuartal saat ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, setelah dikoreksi faktor musiman.

Pertumbuhan Q1/2020 dibandingkan Q4/2019 minus 0,7 persen. Sedangkan pertumbuhan Q2/2020 dibandingkan Q1/2020 minus 6,9 persen. Perhitungan untuk menentukan resesi seperti ini, QoQ-SA, berlaku universal secara internasional.

Tetapi, kata Kamrussamad, pemerintah mengatakan Indonesia masih belum resesi. Karena pemerintah menggunakan definisi resesi sendiri, yaitu pertumbuhan kuartal saat ini dibandingkan kuartal sama tahun lalu (YoY). Berdasakan perhitungan ini maka pertumbuhan Q1/2020 terhadap Q1/2019 positif 2,97 persen. Dan pertumbuhan Q2/2020 terhadap Q2/2019 minus 5,32 persen. "Oleh karena itu, pemerintah mengatakan masih belum resesi karena baru satu kuartal negatif," ujarnya.

Dikatakan Kamrussamad, pemerintah sepertinya tidak ingin ada stigma Indonesia masuk resesi. Untuk itu, pemerintah berusaha meyakinkan publik kalau ekonomi pada Q3/2020 bisa lebih baik dari Q3/2019 (YoY). 

Pemerintah bahkan berharap pertumbuhan Q3/2020 bisa positif sehingga dapat terhindar dari kata resesi yang nampaknya menjadi momok bagi pemerintah. "Maka, seharusnya tema APBN 2021 yang tepat penyelamatan ekonomi nasional," ucap anggota Komisi Keuangan dam ekonomi DPR RI ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement