REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi corona (Covid-19) memunculkan ancaman ledakan kelahiran (baby boom). Upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya mengatur jumlah kelahiran harus terus dilakukan. Salah satunya dengan mengandeng para tokoh agama.
“Berdasarkan data dari BKKBN selama musim pandemi corona tingkat partisipasi penggunaan alat kontrasepsi mengalami penurunan tajam. Kondisi ini jika dibiarkan akan memunculkan ancaman adanya baby boom yang bisa menurunkan kualitas keluarga Indonesia di masa mendatang,” ujar Anggota Komisi IX DPR Nur Yasin saat melakukan kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) tentang Program Keluarga Berencana bersama BKKBN di Pondok Pesantren Nurul Islam, Antirogo, Jember, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (11/8).
Nur Yasin mengungkapkan, pandemi Covid-19 memaksa sebagian besar keluarga untuk banyak tinggal di rumah. Kondisi ini membuat interaksi pasangan suami-istri kian intens. Ironisnya banyak dari pasangan ini yang justru tidak menggunakan alat kontrasepsi sehingga peluang kehamilan semakin besar.
“Berdasarkan data BKKBN ada penurunan penggunaan alat kontrasepsi hingga 40 persen untuk periode Februari-Maret. Ini memunculkan kekhawatiran adanya ledakan kelahiran dalam beberapa tahun mendatang karena tidak terkontrolnya penggunaan alat kontrasepsi bagi pasangan keluarga di masa pandemi,” katanya.
Legislator PKB ini mengatakan, rata-rata pasangan suami-istri yang melepas alat kontrasepsi justru dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi ini tentu kurang mengembirakan mengingat beban keluarga akan semakin berat, jika tingkat kelahiran tidak direncanakan dengan baik.
“Maka kami bersama-sama dengan ulama dan kiai memberikan penjelasan akan pentingnya keluarga berencana untuk menciptakan keluarga berkualitas di masa depan,” katanya.
Nur Yasin menegaskan sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang para ulama dan tokoh agama sebagai sosok yang disegani. Apalagi di Kawasan tapal kuda Jawa Timur, tingkat kepatuhan kepada para ulama sangat besar.
“Program KB kalau tidak didukung oleh kyai dan tokoh-tokoh agama. Sepertinya agak sulit terealisasi. Sehingga dengan dorongan dan kampanye dari kyai dan tokoh agama Islam, masyarakat berbondong-bondong menerima ini. Dari sisi anggaran kami sangat mendukung Program KIE,” ujarnyanya.
Kyai Muhyidin Abdus Shomad selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam mengatakan, Islam sangat menganjurkan terbentuknya keluarga sakinah. Salah satunya dengan menimbang kemampuan keluarga dalam menjaga asupan gizi dan pendidikan anak-anak mereka. Jika terjadi penyesuaian antara kemampuan keluarga dengan jumlah anak, maka impian terbentuknya keluarga sejahtera bisa mudah diwujudkan.
"Keluarga sejahtera adalah hal utama dalam ajaran agama Islam. Kebahagiaan adalah hal yang utama dalam berkeluarga,” ujarnya.
Rais Syuriah PCNU Jember ini sangat mendukung sosialisasi pentingnya Keluarga Berencana. Menurutnya penggunaan kontrasepsi menjadi factor penting terwujudnya keluarga berencana. “Sosialisasi ini sangat Penting untuk memberi pencerahan kepada peserta dalam berkeluarga, tentang bagaimana hidup ini bisa bahagia, tenang dan tentram,” katanya.
Kepala Bidang KBKR BKKBN Jatim Tuti Waluyo Ajeng Lukitowati menyampaikan di wilayah Jawa timur, angka stunting semakin tinggi. Kondisi ini terjadi salah satunya karena tidak adanya perencanaan angka kelahiran di masing-masing keluarga.
“Kondisi stunting pada anak terjadi karena kurangnya kecukupan gizi karena ketidakmampuan keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka ke depan harus ada kampanye masih tentang pentingnya keluarga berencana,” katanya.
Tuty mengungkapkan saat ini pasangan keluarga di usia produktif di Jawa Timur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi masih cukup tinggi. Sedikitnya ada 7.000 orang pasangan di usia produktif yang tidak ikut program KB. “Ke depan kami akan terus melakukan komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) tentang pentingnya KB agar tidak terjadi baby boom,” pungkasnya.