REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini menyampaikan optimismenya bahwa vaksin Covid-19 bisa diproduksi massal di Indonesia mulai Januari 2021. Vaksin yang dimaksud Jokowi adalah hasil kerja sama antara Bio Farma dengan produsen farmasi asal China, Sinovac.
Sebanyak 2.400 calon vaksin sudah didatangkan langsung dari China pada akhir Juli lalu. Saat ini ribuan vaksin itu diuji klinis tahap ketiga terhadap para relawan yang penyuntikannya secara simbolis hari ini juga disaksikan langsung oleh Jokowi.
Namun yang tak boleh dilupakan, Indonesia juga sedang berusaha memproduksi vaksin yang 100 persen dibuat oleh peneliti lokal. Vaksin Covid-19 yang berjuluk 'vaksin Merah Putih' ini sedang disiapkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang dibantu oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Berbeda dengan vaksin yang didatangkan dari China, vaksin produksi Eijkman ini lebih rumit karena hanya menyasar protein tertentu dari virus corona. Sebagai konsekuensinya, proses penelitian pun harus berlangsung lebih lama ketimbang uji klinis tahap III dari calon vaksin yang diproduksi Sinovac-Bio Farma. Bila vaksin Sinovac ditargetkan produksi Januari 2021, maka vaksin Eijkman diperkirakan bisa produksi massal pertengahan 2021.
"Kita telah tiga bulan ini mengembangkan vaksin sendiri, dari isolate yang dikembangkan dari Covid yang beredar di Indonesia. Kita harapkan vaksin Merah Putih ini juga akan segera selesai dan diperkirakan ini akan bisa diselesaikan nanti di pertengahan tahun 2021," ujar Jokowi dalam kunjungannya ke Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Selasa (11/8) ini.
Presiden menyampaikan, vaksin yang dikerjakan bersama-sama antara Eijkman, BPPT, LIPI, BPPOM, dan sejumlah perguruan tinggi ini tetap diharapkan bisa selesai sesuai target waktu yang disiapkan. Vaksin ini nantinya juga akan tetap digunakan untuk vaksinasi massal kepada masyarakat Indonesia.
Terapi di luar semua itu, Indonesia tetap butuh temuan vaksin secara cepat. Itulah sebabnya Indonesia menjalin kerja sama dengan asing. Tujuannya, agar vaksin bisa diproduksi massal sesegera mungkin. Kedua vaksin, baik yang dibuat 100 persen di Indonesia atau vaksin hasil kerja sama dengan asing, sama-sama penting.
"Tapi kita juga membuka diri untuk bekerja sama, misalnya dengan Sinovac di Tiongkok. Kemudian bekerja sama dengan Uni Emirat Arab, di G42. Bekerja sama dengan Korsel. Saya kira kita membuka diri dalam rangka secepatnya kita bisa melakukan vaksinasi kepada seluruh rakyat di Indonesia," jelas Jokowi
Selanjutnya, vaksin dari manapun yang bisa ditemukan lebih cepat dan diproduksi lebih awal, itulah yang akan dimanfaatkan.
"Kita optimis bahwa dengan segera ditemukannya vaksin ini kita bisa melakukan vaksinasi kepada seluruh rakyat," jelas Jokowi.
In Picture: Jokowi Tinjau Persiapan Vaksin Covid-19 di Bandung
Dalam wawancara dengan Republika sebelumnya, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, mengungkapkan bahwa sampai akhir Juli lalu progres persiapan vaksin Covid-19 baru menyentuh 30 persen. Kendati angkanya terbilang masih rendah, Amin menyebutkan bahwa progres yang sudah dijalani ini justru merupakan fondasi atau dasar dari tahapan riset selanjutnya.
"30 persen itu adalah kalau kita bikin rumah, kita bikin fondasinya dulu bagian terpenting. Biasanya setelah pondasi selesai ke depan akan lebih cepat," kata Amin, Ahad (26/7).
Vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman berbeda dengan vaksin yang dikembangkan oleh Bio Farma bersama produksi vaksin asal China, Sinovac Biotech Ltd. Amin pun menjelaskan perbedaan mendasar antara vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac-Bio Farma dan Eijkman-Bio Farma.
"Bedanya adalah di platform. Vaksin Sinovac menggunakan virus utuh, mereka mengkultur virusnya, kemudian setelah diperoleh virus dalam jumlah besar kemudian virusnya dimatikan dengan bahan kimia. Kemudian ya setelah dibersihkan, langsung bisa dipakai. Ya makanya prosesnya lebih cepat," jelas Amin.
Sementara vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman tidak menggunakan virus utuh, melainkan hanya menyasar dua jenis protein yang memang menjadi sasaran. Eijkman melakukan isolasi terhadap dua jenis protein yang diperlukan, yakni Protein S dan N. Kedua protein inilah yang akan digunakan dalam vaksin nanti.
Amin beranggapan, vaksin yang diproduksi di dalam negeri dengan hasil riset yang sepenuhnya dilakukan di dalam negeri lebih menguntungkan ketimbang impor. Vaksin yang benar-benar dikembangkan di Indonesia, ujarnya, akan terbebas dari biaya-biaya tambahan seperti beban paten.
"Kemudian kita lebih memiliki kepastian tentang kapasitas produksi karena semuanya dalam kendali Indonesia," jelasnya.
Di luar penelitian vaksin yang masih terus berlanjut, Amin meminta masyarakat benar-benar tetap menjalankan protokol kesehatan demi menekan penularan virus corona. Menurutnya, adanya vaksin pun tak lantas membuat masyarakat bisa terbebas dari protokol kesehatan yang ketat.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyatakan, bahwa ketersediaan vaksin corona SARS-CoV2 (Covid-19) menjadi harapan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Upaya penyediaan vaksin di Indonesia mempunyai dua jalur pengembangan.
Ia menyebutkan, jalur pertama adalah mengembangkan vaksin merah putih yang saat ini sedang dipersiapkan di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional. Kemudian jalur kedua bekerja sama dengan pengembang di luar negeri yang telah lebih dahulu terdampak Covid-19 dan saat ini sudah memasuki tahap uji klinik.
“Kita berharap vaksin merah putih juga akan segera memasuki tahap uji klinik. Oleh karena itu, Badan POM juga akan terlibat dalam pengembangan vaksin tersebut dari hulu sampai ke hilir," ujarnya, Selasa (11/8).