Selasa 11 Aug 2020 10:45 WIB

'Pemerintah Harus Aktif Perangi Hoaks Covid-19'

Masyarakat harus bisa lebih mengkritisi informasi yang diperoleh.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Hoax
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Hoax

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hoaks terkait Covid-19 terus bermunculan dan kerap meresahkan masyarakat. Sayangnya, berita-berita bohong itu selama ini justru lebih cepat menyebar luas dan menjangkiti masyarakat dibandingkan Covid-19 itu sendiri.

Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi menyayangkan, sejak awal pemerintah tidak memberikan informasi jelas terkait Covid-19. Ia menilai, itu salah satu yang mengakibatkan banyaknya kekeliruan informasi sering dialami masyarakat.

Bahkan, ia berpendapat, pemerintah cenderung memberikan informasi yang tampak menggampangkan sesuatu. Sehingga, memunculkan adanya kondisi ketidakpercayaan masyarakat terhadap informasi-informasi benar yang disampaikan.

"Soal kepercayaan belum terkelola baik, banyak isu-isu yang pro-kontra, banyak informasi simpang siur dan membuat publik akhirnya kurang percaya ke informasi di pemerintah," kata Fahmi dalam Covid-19 Talk yang digelar Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC).

Beragam hoaks yang bermunculan sampai menumbuhkan konspirasi dan stigma negatif masyarakat kepada tenaga medis dan pasien positif Covid-19. Malah, masyarakat justru mudah termakan informasi yang bersifat bombastis tanpa ilmu mendasar.

Fahmi menjelaskan, kepercayaan masyarakat terhadap informasi hoaks terkait sisi psikologis masyarakat dalam menanggapi Covid-19. Yang mana, masyarakat memang sangat membutuhkan informasi yang cerdas dengan bahasa yang mudah dicerna. "Dan semua informasi hoaks itulah yang menjawab daripada kebutuhan masyarakat saat ini," ujar Fahmi.

Wakil Ketua PB IDI, Slamet Budiarto merasa, pemerintah dalam menangani Covid-19 menanggalkan kaca mata preventif dan promotif. Ia berpendapat, informasi hoaks yang berasal dari masyarakat jauh lebih banyak dari yang dihasilkan pemerintah.

Namun, Slamet melihat, dampaknya akan jauh lebih terasa kuat hoaks yang berasal dari pemerintah dibandingkan yang berasal dari masyarakat. Pasalnya, pemerintah memiliki kewenangan yang besar untuk didengar masyarakat.

"Ini tergantung kepada leadership pemerintah untuk mengelola informasi yang akurat, jangan sampai pemerintah membuat hoaks, jangan sampai pakar membuat hoaks, jangan sampai herbalis membuat hoaks," kata Slamet.

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), dr Pandu Riono mengingatkan, pemerintah memiliki otoritas untuk menggerakkan Kominfo dan Kemenkes. Termasuk, sebagai pengendali dan penyaji terkait Covid-19.

Selain itu, masyarakat harus bisa lebih mengkritisi informasi yang didapat. Jika informasi itu menjanjikan suatu keajaiban yang belum tentu benar wajib bagi kita skeptis, dan jangan malah dibagikan lagi kepada orang lain.

"Seperti kemarin obat herbal antibodi itu kan jadi banyak yang percaya," ujar Pandu.

Pandu menambahkan, pemerintah dalam penanganannya sebenarnya dapat menggandeng influencer Indonesia. Menggunakan kemampuan influencer hari ini bisa menjadi metode komunikasi yang baik untuk mengedukasi masyarakat terkait Covid-19.

Meski begitu, ia menegaskan, yang sangat penting pengemasan informasinya harus sesuai dengan standar yang diakui ilmuwan dan pakar kesehatan. Jadi, baik itu pemerintah maupun masyarakat harus bisa lebih selektif menyaring informasi.

"Informasi yang benar harus lebih banyak diedarkan dibandingkan informasi yang tidak benar. Informasi yang positif dan benar harus dimasifkan agar informasi yang negatif tereleminasi," kata Pandu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement