REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Balai Bahasa DIY, Pardi Suratno mengatakan, diperlukan alat ukur yang terstandar untuk mendorong Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Selain memiliki syarat kaidah yang normatif, alat ukur yang valid juga diperlukan.
Menurutnya, alat ukur yang terstandar dan valid yakni dikembangkannya Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Melalui UKBI ini, kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia dapat diukur dengan standar yang valid.
"Bahasa Indonesia perlu dikembangkan menuju pengukuran yang terstandar. Untuk menjadi bahasa yang mapan harus ada alat uji yang terstandar. Untuk itu, perlu disusun alat uji kemahiran berbahasa Indonesia, maka kita mengembangkan UKBI," kata Pardi dalam sosialisasi uji coba dinamis UKBI melalui Zoom, Senin (10/8).
Pardi menyebut, UKBI digunakan untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia semua golongan. Sehingga, digelar uji coba UKBI di DIY yang dilaksanakan hingga September 2020 mendatang.
Setidaknya sekitar 100 peserta yang akan mengikuti uji coba UKBI ini di Balai Bahasa DIY dengan dibagi menjadi 10 kelompok. Butir soal dalam uji coba UKBI ini sebanyak 105 butir soal.
"Secara riil, UKBI diterapkan untuk semua golongan, guru baik itu guru Bahasa Indonesia, non guru Bahasa Indonesia, siswa, mahasiswa, orang asing, dosen hingga masyarakat umum," ujarnya.
Dalam uji coba UKBI ini ada beberapa kategori yang dinilai. Mulasi dari mendengarkan, merespon kaidah, membaca, menulis dan berbicara.
Tingkatan nilai atau skor yang didapat di antaranya istimewa, sangat unggul, unggul, madya, semenjana, marginal dan terbatas. Pardi menyebut, nilai peserta UKBI di DIY masih rendah.
Rata-rata, nilainya berada di tingkatan madya. Sementara, nilai UKBI ini minimal ada di tingkat unggul.
"Setidaknya harus sampai tingkat unggul agar tidak memiliki kendala yang banyak dalam berkomunikasi," jelasnya.
Pardi menjelaskan, jumlah peserta yang mengikuti UKBI di DIY pun turun sejak 2017. Pada 2017 pesertanya mencapai 995 orang, jumlah tersebut turun menjadi 382 orang dan 302 orang pada 2018 dan 2019.
"Penurunan peserta UKBI ini terjadi akibat tes UKBI yang hampir semuanya berbayar ," kata Pardi.
Pada 2019, dari 302 orang yang mengikuti UKBI, tidak ada yang mendapatkan nilai istimewa. Pada tingkatan sangat unggul, ada 37 orang, di tingkat unggul ada 89 orang, di tingkat madya ada 155 orang, di tingkat semenjana ada 19 orang, di tingkat marginal ada dua orang dan tidak ada peserta yang mendapat nilai di tingkat terbatas.
"Kesimpulan, hasil uji UKBI mahasiswa lebih baik dari kalangan guru karena mahasiswa itu yang sudah S2 dan S3. UKBI untuk orang asing cukup baik bagi pekerja yang sudah lama di Indonesia. Bagi yang baru berada di Indonesia masih kurang baik," katanya.
Silvy Dian Setiawan