REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerima laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020 per 31 Juli sebanyak 456 ASN. KASN pun telah menerbitkan rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap 344 ASN yang terbukti melanggar netralitas.
Dari 344 rekomendasi tersebut, baru 189 ASN atau 54,9 persen yang ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Dengan demikian, setengah ASN yang melanggar netralitas belum dijatuhkan sanksi sesuai rekomendasi KASN.
"Dengan tindak lanjut pemberian sanksi oleh PPK baru 189 ASN atau 54,9 persen," ujar Ketua KASN Agus Pramusinto dalam kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Rabu (5/8).
Dia mengatakan, simpul permasalahan pelanggaran netralitas ASN adalah respons PPK yang lambat dan enggan menindaklanjuti rekomendasi sanksi dari KAS. Hal ini menunjukkan adanya konflik kepentingan pelanggaran secara terus menerus.
"Masalah ini harus diakhiri. Saya mohon Menpan-RB dan Mendagri memberikan sanksi yang tegas kepada PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN," kata Agus.
Dia menyebutkan, ada surat keputusan bersama (SKB) lima kementerian/lembaga yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bawaslu, Kemendagri, Kemenpan-RB, dan KASN tentang pedoman pengawasan netralitas ASN. Akan tetapi, SKB tersebut belum ditandatangani dan disahkan.
Berdasarkan dukungan BKN tersebut, ASN yang melanggar dan tidak ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi oleh PPK, maka data administrasi kepegawaian yang bersangkutan diblokir melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK). Pemblokiran dilakukan hingga ada tindak lanjut rekomendasi KASN.
PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN, akan diberikan sanksi oleh Kemenpan-RB atau Kemendagri. Ia berharap kepala daerah maupun pimpinan instansi/lembaga sebagai PPK setempat dapat menindaklanjuti rekomendasi penjatuhan sanksi bagi ASN yang terbukti melanggar netralitas.
Selain itu, KASN juga akan bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan (BPK) berkaitan dengan upaya menegakkan sistem merit akuntabilitas kinerja dan anggaran. KASN pun akan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk penelusuran rekam jejak digital ASN yang diduga melakukan pelanggaran melalui media sosial yang semakin marak dewasa ini.
Dia memerinci, ASN yang melakukan dugaan pelanggaran netralitas didominasi jabatan pimpinan tinggi (27,6 persen), diikuti jabatan fungsional (25,4 persen), jabatan administrator (14,3 persen), jabatan pelaksana (12,7 persen), dan jabatan kepala wilayah seperti camat atau lurah (sembilan persen).
Agus juga mengungkapkan, 10 instansi tertinggi yang terdapat dugaan pelanggaran netralitas ASN. Secara berurutan, instansi tersebut antara lain, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Muna, Kabupaten Banjarbaru, Kabupaten Banggai, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Buton Utara.
Dikatakan Agus, lima kategori pelanggaran yang paling sering dilakukan ASN. Pertama, ASN melakukan pendekatan ke partai politik terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah (21,5 persen). Kedua, ASN melakukan kampanye atau sosialisasi melalui media sosial (21,3 persen).
Ketiga, ASN mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu bakal pasangan calon (13,6 persen). Keempat, ASN memasang spanduk atau baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain (13 persen).
Kelima, ASN membuat keputusan yang dapat menguntungkan atau merugikan bakal pasangan calon (11 persen). Agus mengimbau, seluruh ASN di Indonesia terutama ASN di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020 berhenti melakukan pelanggaran netralitas. "Fokus pada pelayanan publik," kata Agus.