REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Nugroho Habibi
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Senin (3/8) mengumumkan tingkatan risiko penularan Covid-19. Klaster perumahan atau permukiman, menjadi klaster dengan risiko tertinggi penularan Covid-19.
"Klaster (penularan) tertinggi di DKI Jakarta atau Jatim berada di permukiman atau local transmission. Artinya ada seseorang yang positif Covid-19 kemudian yang dia tulari adalah keluarganya, lalu keluarganya sudah belanja ke warung, ikut arisan dan menginfeksi orang-orang lain dalam satu wilayah yang sama," kata Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah, Senin (3/8).
Setelah itu, pasar dan tempat pelelangan ikan menjadi yang kedua tertinggi. Fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) berada di posisi ketiga klaster penularan Covid-19.
"Keempat, klaster perkantoran yang juga menyumbang angka penularan karena ketika mulai beraktivitas maka mau tidak mau bertemu dengan banyak orang," ujarnya.
Kelima, ia menyebut rumah ibadah juga menjadi klaster penularan. Sebab, pihaknya menemukan beberapa kasus di tempat ibadah.
Karena itu, ia tak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan dan meminta masyarakat harus hati-hati.
"Ada beberapa aktivitas masyarakat yang kebih hati-hati. Pertama adalah kegiatan sosial, karena kita mulai bertemu banyak orang entah tahlilan, pengajian, pernikahan, lamaran yang sudah mulai banyak," katanya.
Intinya, ia meminta masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan. Seperti memakai masker wajah, menjaga jarak dimanapun baik di rumah ibadah, asrama, pesantren, panti asuhan, pengungsian, apartemen, kos, permukiman padat, pasar, perkantoran, pelayanan kesehatan, hingga transportasi umum, baik KRL, LRT.
"Tempat-tempat ini jadi contoh orang yang berkumpul dalam jumlah banyak di satu ruangan dalam satu waktu," ujarnya.
Kota Bogor belakangan memberikan contoh gawatnya klaster perumahan. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor, Dedie A Rachim pada Jumat (31/7) pekan lalu memerinci jumlah persebaran Covid-19 dari klaster keluarga. Klaster keluarga yang paling banyak yakni klaster Semplak dengan total 14 kasus.
Dedie menjelaskan klater Semplak awalnya tiga kasus bertambah 11 kasus. Enam diantaranya merupakan warga Kabupaten Bogor.
Kemudian, klaster keluarga Rimba Mulya bertambah satu orang menjadi tujuh kasus. Klaster ini, mengakibatkan ayah dan anak meninggal dunia.
Sementara, klaster Cimanggu City dari yang mulanya berjumlah tiga orang bertambah satu orang menjadi empat kasus. Terbaru, yakni klaster di Bantarjati.
Klater ini disebabkan dari kepala keluarga pemilik restoran dinyatakan positif Covid-19. Saat dilakukan pelacakan, Ia melakukan kontak erat setidaknya dengan 17 orang.
Kemudian, pada 21 Juli 2020 dilakukan swab kepada yang kontak erat. "Ada 17 kontak erat dan lima di antaranya positif," ucap Dedie.
Kasus perumahan atau keluarga mulai menjadi sorotan lantaran adanya kasus di Rimba Mulya. Sebab, kasus itu mengakibatkan AS dan FM yang merupakan ayah dan anak meninggal dunia.
Kepala Dinkes Kota Bogor Sri Nowo Retno menjelaskan, mulanya AS melakukan perjalanan ke Kediri, Jawa Timur pada 27 Juni sampai 5 Juni 2020. Setibanya di Bogor, AS terjatuh sakit. Ia kemudian berobat dua kali ke rumah sakit (RS) swasta di Kota Bogor. Bahkan, sempat dirawat hingga akhirnya dirujuk ke RS di Jakarta.
AS kemudian meninggal dunia sebelum hasil swab positif Covid-19 keluar dengan status probable. Sehingga, AS harus dimakamkan dengan prosedur protokol Covid-19.
Sementara, FM mulai mengalami gejala demam dan batuk sehari setelah pemakaman almarhum ayahnya, tepatnya pada 10 Juli 2020. FM kemudian mengikuti swab massal di Jakarta pada 16 Juli.
Saat menjalani perawatan, FM mengaku tidak memiliki riwayat kontak dengan kasus probable yang merupakan ayahnya. Sehingga, FM dirawat di ruangan non Covid-19. Usai hasil swab kluar yang menunjukkan positif Covid-19, FM baru dirujuk ke RS rujukan Covid-19. Tak lama, FM kemudian dinyatakan meninggal dunia.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menilai lonjakan kasus baru Covid-19 di Kota Bogor belakangan mengkhawatirkan. Namun, menurutnya, kekhawatiran masyarakat terhadap Covid-19 kian justru menurun.
"Saya membaca satu situasi yang sangat mengkhawatirkan, Covid-nya naik tetapi kekhawatiranya menurun, disiplinnya menurun, ini yang sangat berbahaya," kata Bima di Kota Bogor, Senin (3/8).
Jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Bogor mencapai 293 orang pada Senin (2/8). Sebanyak 190 pasein telah dinyatakan sembuh, 82 orang masih dalam perawatan, dan 21 orang dinyatakan meninggal dunia.
Tidak hanya klaster perumahan, Bima menguraikan, Kota Bogor sedang menghadapi sejumlah klaster persebaran Covid-19, seperti klaster luar kota, klaster fasilitas kesehatan, hingga klaster perkantoran.
Bima menduga, kenaikan kasus dan banyakannya klaster persebaran di Kota Bogor diakibatkan kurang pedulinya masyarakat terhadap bahaya Covid-19. Oleh karena itu, Bima menyebut, akan kembali menggencarkan tes swab secara massal.
"Tidak mungkin klaster keluarga melonjak kalau semua yang merasa berisiko berhati-hati," jelasnya.
Sebagai alumni Covid-19, Bima menceritakan, kemungkinan kembali terpapar Covid-19 untuk kedua kalinya begitu kecil. Namun, ia menyatakan, tetap mengedepankan antisipasi dan tetap menjaga kebersihan.
"Setiap pulang kerumah tidak pernah menyapa anak, langsung nerobos ke kamar mandi bersih-bersih semua. Jadi saya kadang-kadang bisa lima kali mandi dirumah itu. Keluar lagi masuk lagi, mandi lagi," jelasnya.
Ke depan, Bima menegaskan akan kembali meningkat kewaspadaan terhadap bahaya Covid-19 dengan memperketat protokol kesehatan. Bahkan, Bima meminta, kegiatan tatap muka organisasi perangkat daerah (OPD) kembali dikurangi dan dilakukan secara daring.
"Situasi ini masih gawat, lebih baik dibilang lebay, dari pada kemudian kita kalah. Betul orang bilang lebay, berlebihan lebih baik dicap begitu dari pada kalah dan korban berjatuhan," tegas Bima.