REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pendataan maupun pendistribusian bantuan sosial (Bansos) provinsi tahap II. Menurut Asisten Daerah (Asda) Bidang Administrasi Setda Provinsi Jabar yang juga Ketua Tim Penyaluran Bansos Provinsi Jabar, Dudi Sudradjat Abdurachim, selain agar tepat sasaran dan berkeadilan, prinsip tersebut diterapkan untuk mencegah penyelewengan. "Hingga saat ini, kami belum menerima laporan penyelewengan Bansos Provinsi," ujar Dudi, Senin (3/8).
Dudi pun memastikan potensi penyelewengan bansos provinsi Jabar sangat kecil. Hal itu karena Pemprov Jabar memilih mitra kerja yang kredibel dalam pengadaan barang dan jasa pengiriman, yakni Perum Bulog dan PT Pos Indonesia.
"Perum Bulog dan PT Pos Indonesia merupakan perusahaan-perusahaan BUMN yang sudah berpengalaman dan memiliki sejarah panjang. Dan pasti kedua perusahaan itu akan menjaga reputasi," kata Dudi.
Pemprov Jabar, kata Dudi, melibatkan Kepolisian Daerah (Polda) Jabar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam pendistribusian bansos provinsi. "Tim Pendamping Penyaluran Bansos Provinsi Jabar dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jabar. Setiap minggu, Tim Pendamping melakukan pertemuan untuk evaluasi distribusi bansos," katanya.
Selain itu, kata dia, Pemprov Jabar via Surat Perintah Sekretaris Daerah Jabar menugaskan para eselon dua sebagai petugas penghubung (liasion officer) Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jabar. Tujuannya mengantisipasi hambatan-hambatan dalam pendistribusian bansos provinsi. "Salah satu tugas para LO adalah memperbaiki hubungan komunikasi antara gugus tugas provinsi dan kabupaten/kota," katanya.
Saat ini, kata dia, para LO ditugasi khusus untuk monitoring evaluasi terhadap bansos provinsi, menyelesaikan dan mengantisipasi hambatan dalam penyaluran bansos. "Kami dan BPKP melakukan sidak ke lapangan. Kami lihat dari mulai pengemasan sampai penyaluran. Kemudian, kami ikuti petugas sampai ke rumah penerima. Di sana, kami cek apakah paket sesuai dengan yang ditentukan. Hasilnya semua paket sesuai. Tidak ada pengurangan," paparnya.
Proses pendistribusian Bansos provinsi tahap II, kata dia, disertai pelaporan ketat sesuai dengan data. Petugas harus menyerahkan paket secara langsung ke penerima, sesuai dengan kartu identitas. Jika data nama dan alamat tidak sesuai, maka paket bansos provinsi dikembalikan untuk diverifikasi ulang.
Dudi menjelaskan, terdapat 23 tahap cleansing data penerima bansos provinsi. Yakni, mulai dari menyinkronkan kode kabupaten/kota, memastikan NIK valid, memeriksa pekerjaan, sampai mengecek nama dan alamat penerima bansos.
Pemprov Jabar, kata dia, berkolaborasi dengan BPKP untuk memadankan data penerima bansos, baik data Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun KRTS non DTKS. Per Kamis (30/7), paket Bansos provinsi berhasil diserahkan kepada seluruh KRTS Non DTKS.
"Kami melakukan filtering sebanyak 23 kali. Jadi tidak ada penerima double atau penerima yang tidak berhak. Proses filtering data penerima bansos tahap II pun dikawal oleh BPKP," katanya.
Bansos provinsi senilai Rp 500 ribu merupakan salah satu dari delapan pintu bantuan bagi warga terdampak pandemi. Selain bansos provinsi, ada Kartu PKH, Kartu Sembako, bansos presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa, Kartu Prakerja, bantuan tunai Kementerian Sosial, dan bansos kabupaten/kota.