REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR Saan Mustopa mengatakan, partai politik harus melewati komunikasi yang cukup rumit sebelum menentukan calon kepala daerah yang akan diusung. Saat proses tersebutlah, ia mengungkapkan adanya pasar gelap yang tidak terekspose.
"Disadari atau tidak, untuk mendapatkan dukungan yang rumit karena dari banyak partai, ada juga yang namanya pasar gelap, yang notabene masalah pasar gelap ini tidak diatur dalam UU Pilkada," ujar Saan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/7).
Adanya pasar gelap inilah, kata Saan, yang membuat seseorang yang mempunyai kompetensi akan terganjal maju sebagai calon. Ditambah kondisi multipartai dan biaya politik yang tinggi, menyebabkan hal tersebut sering terjadi.
"UU Pilkada hanya mengatur ketika seorang sudah ditetapkan sebagai calon. Tetapi untuk mendapatkan dukungan politik hal itu tidak diatur dalam UU Pilkada,” ujar Saan.
Untuk itu, ia mendorong adanya revisi UU Pilkada ke depannya. Salah satunya adalah mengurangi ambang batas pencalonan kepala daerah, dari 20 persen menjadi 10 persen.
"Kita perlu memikirkan UU Pilkada ini yang ramah bagi calon-calon kepala daerah yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas politik yang memadai serta memiliki komitmen yang tinggi yang terkait dengan kepentingan masyarakat," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten dan 47 kota. Adapun pemungutan suara Pilkada akan dihelat pada 9 Desember 2020.