Selasa 28 Jul 2020 16:38 WIB

Indonesia Berpartisipasi dalam RFC Tiga Negara Pantai

RFC untuk penanggulangan pencemaran tumpahan minyak di Selat Malaka dan Singapura.

Indonesia turut berpartisipasi dalam pertemuan teknis RFC tiga negara pantai, Selasa (28/7).
Foto: Humas Ditjen Hubla
Indonesia turut berpartisipasi dalam pertemuan teknis RFC tiga negara pantai, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menghadiri pertemuan teknis tahunan, Revolving Fund Committee (RFC) Technical Meeting yang diselenggarakan di bawah payung kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura dengan Malacca Straits Council (Asosiasi Non Pemerintah Jepang). Pertemuan ini tentang pembentukan dan pengoperasian Revolving Fund (Dana Bergulir) untuk penanggulangan pencemaran tumpahan minyak dari kapal di Selat Malaka dan Singapura. Pertemuan diselenggarakan secara daring melalui Aplikasi Zoom dengan Malaysia sebagai host pada Selasa (28/7).

Bertindak selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Ahmad. Dia menegaskan, kembali komitmen Indonesia untuk terus berupaya semaksimal mungkin dalam menjaga pelayaran tetap berjalan dengan lancar. Sekaligus, melindungi lingkungan maritim meskipun dunia tengah dilanda Pandemi Covid-19.

“Kami (Indonesia) meyakini dan sangat mengapresiasi komitmen dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Jepang untuk berupaya sekuat mungkin dalam melindungi lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura,” ujar Ahmad, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (28/7).

Ahmad beranggapan, selama lebih dari 30 (tiga puluh tahun), RFC telah berhasil menjadi wadah yang berguna dan memberikan manfaat kepada ketiga negara pantai (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dalam menggunakan dana tersebut sesuai dengan peruntukannya. Yakni, sebagai platform kerja sama antara negara-negara pantai dan yang kedua sebagai dana cadangan untuk memfasilitasi operasi penanggulangan musibah tumpahan minyak.

“Saya yakin, ketiga negara pantai dapat terus menjaga semangat mereka untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan melindungi lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura, khususnya dalam memerangi tumpahan minyak dari kapal dan terus menjalin kerjasama yang maik antara para negara pantai dan pengguna Selat,” ujarnya.

Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Een Nuraini Saidah mengungkapkan beberapa agenda yang dibahas dalam pertemuan RFC Technical Meeting tahun 2020. Antara lain tentang Update mengenai SOP pelaksanaan Joint Oil Spill Combat di Selat Malaka dan Selat Singapura, serta Pertukaran Pengalaman dan informasi terkait MoU tentang Oil Spill Tariff antara Maritime and Port Authority of Singapora (MPA) dan International Tanker Owners Pollution Federation (ITOPF) Singapore. 

“Pada pertemuan teknis ini, dibahas pula mengenai update terbaru terkait kompetisi Design Logo RFC dan pengembangan Website RFC. Selain itu, kita (Pemerintah Indonesia) juga menyampaikan tentang rencana kita untuk menggelar Marpolex tingkat Nasional Tahun 2020 yang kemungkinan akan diselenggarakan dari 24 hingga 28 Agustus di Balikpapan,” ungkap Een.

Een menjelaskan, RFC dibentuk berdasarkan MoU yang ditandatangani tanggal 11 Februari 1981 oleh Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura (Tiga Negara Pantai) di satu pihak dan The Malacca Straits Council (MSC) atas nama Asosiasi-asosiasi non-pemerintah Jepang di pihak lainnya.

Berdasarkan isi MoU tersebut, MSC memberikan bantuan donasi kepada Tiga Negara Pantai sebesar 400 juta Yen untuk kemudian dibentuk sebuah Refolving Fund atau Dana Bergulir, yang dikelola dan dioperasikan oleh TIga Negara Pantai secara bergantian, masing-masing selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 1981, di mana Indonesia mendapatkan giliran pertama untuk mengelola dana tersebut.

Berdasarkan MoU tersebut pula tiga gegara pantai harus membentuk sebuah Revolving Fund Committee atau Komite Dana Bergulir, yang merupakan perwakilan pejabat tinggi/senior dari masing-masing Negara Pantai, yang secara administrasi dan operasional berhubungan atau terlibat dalam penanggulangan pencemaran di Laut, yaitu Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Director General of Environment Ministry of Natural Resouces and Environment Malaysia, dan Assistant Chief Executive of MPA Singapore.

“Negara yang mendapat giliran untuk mengelola Dana Bergulir tersebut nantinya akan menjadi Chairman of the Committee atau Ketua Komite, dan setiap tahun memimpin pertemuan tahunan (RFC Annual Meeting),” terangnya.

Komite kemudian akan menunjuk Authority (Otoritas), yang merupakan pejabat yang ditunjuk untuk mengelola dan mengatur keuangan, yang memiliki tugas antara lain merekomendasikan Bank untuk menyimpan dana sekaligus nilai tukar mata uang yang digunakan, merekomendasikan budget administrasi dan operasional, menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, menyampaikan laporan berkala kepada Komite, memproses peminjaman dana untuk kepentingan emergency responses setelah mendapatkan persetujuan Komite, memverifikasi laporan keuangan yang disampaikan oleh Akuntan Negara Pengelola, serta melaporkannya kepada Komite di RFC Annual Meeting.

“Berdasarkan praktik-praktik sebelumnya, otiritas dari masing-masing negara pantai adalah Direktur KPLP dari Indonesia, Ketua Pentadbiran & Kewangan Department of Environment dari Malaysia, dan Manager of Port Operation MPA dari Singapura,” ujar Een.

Indonesia telah mendapatkan giliran sebanyak tiga periode yakni tahun: 1981 hingga 1985; 1996 hingga 2000 serta 2011 hingga 2016. Adapun tahun 2020 ini, menurut Een adalah tahun keempat Malaysia menjadi pengelola dana Revolving Fund sejak Indonesia mentransfer dana tersebut kepada Malaysia pada tanggal 22 Desember 2016. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement