Senin 27 Jul 2020 15:22 WIB

Jaktim Olah Sendiri Sampah Pasar Kramat Jati

Sampah Pasar Induk Kramat Jati setiap hari mencapai 90 ton, 97 persen sampah organik

Rep: amri amrullah/ Red: Hiru Muhammad
 Warga melintas di samping sampah yang menggunung di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (8/1).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Warga melintas di samping sampah yang menggunung di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (8/1). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Timur dan pengelola Pasar Induk Kramat Jati berkomitmen menjalankan program pengurangan sampah, yang dibuang ke empat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

Program pengurangan sampah ini dengan cara mengolah sendiri sampah organik, khususnya dari Pasar Induk Kramat Jati. Sebagai langkah awal telah dilakukan peninjauan lokasi penampungan sampah di Pasar Induk Kramat Jati.

Kepala Sudin LH Jakarta Timur, Herwansyah menuturkan, pihaknya bersama pengelola pasar induk telah melakukan observasi dan perencanaan terkait program pengurangan sampah. Terlebih saat ini sudah ada lahan untuk pembuatan komposting dan pengolahan sampah dengan sistem magot di lokasi penampungan sampah Pasar Induk Kramat Jati.

"Kami sudah berkomitmen untuk mengurangi sampah dengan metode diolah dari sumbernya. Kami akan terus lakukan pendampingan agar program ini bisa berjalan dengan baik," ujar Herwansyah di lokasi penampungan sampah Pasar Induk Kramat Jati, Senin (27/7).

Saat ini, sambung Herwansyah, sampah dari Pasar Induk Kramat Jati setiap hari mencapai 90 ton yang dibuang ke TPST Bantargebang di mana 97 persennya merupakan sampah organik. Padahal, menurut dia, potensi pengolahan sampah di pasar induk ini cukup baik karena sampah organiknya cukup banyak juga didukung tempat pengolahan sampah dan SDM-nya yang mencukupi."Tinggal nanti ditambah pembinaan dan pelatihan-pelatihan. Jika program ini berjalan baik, kami optimistis sampah di pasar induk bisa direduksi hingga 10 ton," katanya.

Manajer Pasar Induk Kramat Jati, Agus Lamun menambahkan, pihaknya mengapresiasi rencana program pengurangan sampah yang diajukan Sudin LH Jakarta Timur. Sebab, hal ini juga sejalan dengan rencana jajarannya agar volume sampah yang dibuang ke TPST Bantar Gebang dapat berkurang.

"Metode pengurangan volume sampah dengannya komposting dan magot. Kami berharap ini menjadi komitmen bersama dalam mencari solusi mengatasi sampah sehingga kita tidak terus mengandalkan TPST Bantar Gebang," ucap Agus.

Dia menambahkan, pihaknya akan mengajukan anggaran ke kantor pusat agar program ini dapat dijadikan skala prioritas. Dengan demikian pada pertengahan Agustus atau September program ini sudah dapat berjalan.

Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam kunjungannya ke TPST Bantargebang pada Ahad (26/7) kemarin, mengakui kapasitas penampungan sampah di PTSP Bantargebang sudah hampir penuh untuk menampung sampah warga Jakarta. Dengan kondisi saat ini, diperkirakan TPST Bantargebang akan penuh pada 2021.

Salah satu program yang membantu mengurangi kapasitas tumpukan sampah di TPST Bantargebang adalah kehadiran ITF atau Intermediate Treatment Facility. Karena itu, Ariza, sapaan akrabnya, mengakui Pemprov DKI tengah mempercepat  pembangunan fasilitas pengelolaan sampah terpadu atau ITF di beberapa titik, sebagai terobosan pengelolaan sampah di Jakarta.

"Kami ingin mencari terobosan-terobosan dalam pengelolaan sampah dan perlu segera mempercepat penyelesaian pembangunan ITF di beberapa titik wilayah DKI Jakarta, termasuk di Bantargebang," kata Ariza.

Percepatan penyelesaian ITF ini, sebut dia, untuk mengantisipasi TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, tidak akan mampu lagi menampung sampah pada 2021 jika tidak dilakukan upaya lain seperti pemanfaatan ITF dan pengurangan sampah dari sumber. "Sementara itu, jumlah sampah yang berhasil diolah tak sebanding dengan sampah yang diterima per hari," ujar dia.

Berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, TPST Bantargebang menerima sebanyak 7.702,06 ton sampah dari Jakarta per harinya. Dengan rincian sumber, yaitu pemukiman dan fasos/fasum 6.571 ton/hari (85,3 persen), pasar 5.931 ton/hari (7,7 persen), kawasan mandiri 260,48 ton/hari (3,4 persen), dan badan air serta Kepulauan Seribu 279,15 ton/hari (3,6 persen).

Pada Maret 2018, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meresmikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai pilot project nasional pengolahan sampah yang mampu menghasilkan listrik hingga 700 kw per jam dengan kapasitas sampah 100 ton per hari.

Saat ini, kata Ariza, dengan dukungan dari Kementerian PUPR RI, sedang dilakukan pre-treatment untuk pengembangan PLTSa tersebut. Ia berharap, pengelolaan sampah dapat terus dilakukan secara optimal untuk masa depan yang lebih baik.

Misalnya, teknologi Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) hingga 470 meter kubik per hari, pengelolaan gas landfill untuk menghasilkan energi listrik sebesar 3 MW, pengomposan, hingga penghijauan di TPST Bantargebang.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement