Sabtu 25 Jul 2020 00:44 WIB

Epidemiolog: Jenazah Pasien Covid-19 tak Harus Dibakar

Pejabat pemerintah harus berhati hati dalam mengeluarkan pernyataan terkait Covid-19.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Petugas medis yang mengenakan APD lengkap memakamkan jenazah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (16/7). (ilustrasi)
Foto: Antara/Ampelsa
Petugas medis yang mengenakan APD lengkap memakamkan jenazah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (16/7). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Epidemiolog UGM, Bayu Satria, menyayangkan pernyataan yang menyebut jenazah Covid-19 secara teori sebaiknya dibakar. Ia merasa, pernyataan itu kontraproduktif dengan ajakan masyarakat untuk terapkan protokol kesehatan.

"Saya rasa memang sebaiknya pejabat pemerintah harus berhati hati dalam mengeluarkan pernyataan. Karena sudah sering sekali terjadi komunikasi yang buruk dari pemerintah, sehingga timbul keresahan," kata Bayu, Jumat (24/7).

Baca Juga

Ia mengatakan, jenzah Covid-19 tidak perlu dibakar karena pedoman dari WHO dan badan kesehatan lain memang menyebut jenazah tidak harus dibakar. Jadi, cukup dibungkus dan dikubur, yang keduanya harus sesuai protokol kesehatan.

Bayu menekankan, kedua proses itu cukup dilakukan satu kali. Sebab, virus yang sebelumnya terkontaminasi ke jenazah penderita Covid-19 saat dikubur akan musnah dengan sendirinya lantaran tidak ada sel inang yang dihinggapi.

"Virusnya akan mati jika lama tidak masuk ke inang yang baru," ujar Bayu.

Soal semakin banyaknya jumlah kasus positif Covid-19 dari hari ke hari, ia melihat, karena semakin banyak warga yang langgar protokol Covid-19. Selain itu, turut disebabkan semakin banyaknya tes massal Covid-19 ke masyarakat.

"Namun, masih belum maksimal, sehingga tetap ada kasus-kasus yang tidak terdeteksi," kata Bayu.

Soal uji coba vaksin dari China, Bayu belum berkomentar karena laporan uji klinis fase satu dan dua di China belum dirilis. Untuk lebih pastinya, perlu fase tiga, terutama di Indonesia untuk melihat efek samping dan efikasi vaksin.

Ia menekankan, vaksin bukan satu-satunya solusi cegah penularan Covid-19, tapi bisa lewat penerapan protokol kesehatan ketat dan tidak tebang pilih. Serta, memperkuat perbatasan dan penanganan terhadap masing-masing daerah.

"Selama ini, kita lemah di surveilans mobilitasnya karena itu banyak kasus yang berpindah tempat," ujar Bayu.

Selama pandemi, ia menyarankan setiap orang disiplin menerapkan protokol kesehatan minimal memakai masker, jaga jarak dan rutin cuci tangan. Bayu mengimbau, sebaiknya tidak bicara atau berbincang saat makan dan lepas masker.

"Bicara hanya boleh dilakukan dengan masker dan sudah tidak ada lagi foto-foto bersama tanpa masker, itu sering dilanggar, bahkan oleh pegawai Kementerian Kesehatan, presiden dan menteri. Orang sering lupa," kata Bayu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement