REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Anak Nasional mendorong pemerintah dan pembuat kebijakan lainnya untuk membuat kebijakan yang lebih berpihak pada perlindungan anak dari bahaya rokok. Anak juga disebut harus dilindungi dari segala hal yang terkait dengan iklan dan promosi rokok yang dinilai menargetkan generasi penerus.
"Poin ketujuh Suara Anak Nasional meminta Presiden dan Ibu Menteri PPPA untuk memantau dan memperketat peraturan terkait iklan, promosi dan sponsor rokok di seluruh wilayah Indonesia," kata Ketua Forum Anak Nasional Tristania Faisa Adam dalam diskusi perlindungan anak yang digelar oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam rangka Hari Anak Nasional, melalui webinar di Jakarta, Kamis.
Tristania menyampaikan pesan tersebut karena menilai bahwa anak-anak Indonesia telah menjadi target industri rokok melalui iklan-iklan dan promosi yang dilakukan di banyak tempat. Forum Anak Nasional, menurutnya, akan terus menyuarakan aspirasi dari anak-anak Indonesia agar pemerintah dan juga pembuat kebijakan lainnya dapat membuat kebijakan yang dapat lebih melindungi anak dari bahaya rokok yang dapat merusak kesehatan dan masa depan mereka.
Ia mengatakan bahwa survei Forum Anak Nasional mencatat ada beberapa warung yang sengaja menempatkan rokok di samping makanan anak. Paparan dari media-media yang mempromosikan rokok juga secara tidak langsung mendorong anak menjadi konsumen rokok.
"Hari ini kita masih melihat upaya promosi produk-produk rokok berbalut iklan dan kegiatan yang disponsori oleh industri rokok," kata Tristania.
Terlebih lagi, harga rokok yang masih sangat murah memudahkan anak-anak untuk membeli rokok di sekitar sekolah. Hanya dengan Rp1.000 mereka sudah bisa membeli satu batang rokok.
"Menurut saya, tujuan industri rokok menjadikan anak sebagai target sudah terealisasi," katanya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (Riskesdas), angka perokok pemula usia 10-18 tahun terus meningkat. Angkanya dari 7,2 persen pada 2014 menjadi 8,7 persen pada 2016, dan 9,1 persen pada 2018.
Angka tersebut menunjukkan belum tercapainya target pemerintah untuk menurunkan angka perokok hingga 5,4 persen berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.