REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengedepankan isu kedaulatan dan keamanan data pada pertemuan puncak G20 tingkat menteri, G20 Digital Economy Ministerial Meeting. Deklarasi pertemuan G20 yang tahun ini berada di bawah kepemimpinan Arab Saudi menghasilkan lima isu utama
"Indonesia mengacu pada prinsip kedaulatan dan keamanan data," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dalam jumpa pers virtual, Rabu (22/7) malam.
Indonesia, seperti dikatakan Johnny, berkontribusi aktif pada perumusan draf Deklarasi Menteri atau Ministerial Declaration terkait isu arus data lintas negara. Pertemuan puncak tahun ini diadakan secara virtual, pada 21-22 Juli.
Deklarasi pertemuan G20 yang tahun ini berada di bawah kepemimpinan Arab Saudi menghasilkan lima isu utama berupa kecerdasan buatan yang bisa dipercaya (trustworthy artificial intelligence), arus data dengan kepercayaan dan arus data lintas negara (data free flow with trust and cross-border data flow), smart cities, ukuran digital ekonomi (measurement of the digital economy) dan keamanan digital ekonomi.
Menkominfo menyatakan ada lima proposisi Indonesia yang diakomodasi dalam Deklarasi Menteri G20 tahun ini. Pertama, mengenai isu arus data lintas negara. Proposisi dari Indonesia diadopsi ke dalam deklarasi final menjadi "Data Free Flow with Trust and Cross-Border Data Flows".
Proposisi kedua berupa prinsip keabsahan, keadilan dan keterbukaan (The Principle of Lawfulness, Fairness, and Transparency). Indonesia menitikberatkan bahwa proses pertukaran data harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Untuk prinsip keadilan (fairness), Indonesia berpendapat pertukaran data harus memiliki tujuan yang jelas dan valid. Sementara untuk prinsip keterbukaan atau transparency, berupa pentingnya komunikasi dan informasi mengenai pemrosesan data yang terbuka, mudah dipahami, dan mudah diakses oleh para pemilik data.
Proposisi ketiga berkaitan dengan prinsip timbal balik atau reciprocity. Menurut Johnny, transfer data bisa dilakukan jika negara tempat kedudukan pengendali data pribadi, pemroses data pribadi atau organisasi internasional yang menerima transfer data pribadi memiliki tingkat perlindungan yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam undang-undang negara asal atau jika terdapat perjanjian internasional antarnegara.
"The Principle of Reciprocity dan The Principle of Lawfulness, Fairness,and Transparency diakomodasi, di mana negara-negara anggota G20 menyepakati proses transfer data lintas negara sesuai dengan relevant applicable legal frameworks’, termasuk empat prinsip tersebut,” kata Johnny.
Proposisi keempat yang diajukan berkaitan dengan interoperability dan mekanisme transfer. Indonesia mendorong diskusi lebih lanjut mengenai kerangka legal dan formal dalam pertukaran data, terutama untuk mitigasi jika terjadi sengketa antarnegara, termasuk penyalahgunaan data.
Proposisi terakhir berkaitan dengan perlindungan dan privasi data. Indonesia menekankan pada data pribadi yang harus disikapi secara serius.
Menkominfo menyatakan deklarasi G20 selaras dengan substansi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP. Selain mendorong keamanan data, Indonesia juga mendukung keberlanjutan Digital Economy Task Force (DETF) untuk menjadi working group, sebagai bentuk kolaborasi tahap lanjut dalam sinergi ekonomi digital global.