Rabu 22 Jul 2020 19:14 WIB

Modernisasi Alutsista Tapi yang Mau Dibeli Eurofighter Bekas

Pembelian alutsista bekas masa lalu terbukti berujung pada sejumlah masalah teknis.

Pesawat Eurofighter Typhoon
Foto: EPA/PETROS KARADJIAS/ POOL
Pesawat Eurofighter Typhoon

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara

Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto telah menyurati Menhan Austria Klaudia Tanner dalam upaya membeli 15 unit pesawat jet tempur Eurofighter Typhoon dalam rangka memoderanisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) RI. Prabowo mencoba memanfaatkan masalah Eurofighter di Austria.

Baca Juga

Di dalam negeri, rencana Prabowo membeli 15 Eurofighter Typhoon dari Austria menuai kritik. Ide pembelian alutsista berupa pesawat tempur bekas dinilai berpotensi menimbulkan masalah baru pada masa yang akan datang.

"Ide pembelian tersebut akan mengulangi kesalahan di masa lalu, di mana pengadaan alutsista bekas menimbulkan masalah akuntabilitas anggaran pertahanan, dan yang lebih berbahaya lagi adalah penggunaannya oleh prajurit TNI menghadapi risiko terjadi kecelakaan," ujar Direktur Imparsial, Al Araf, dalam keterangannya, Rabu (12/7).

Menurut Araf, upaya modernisasi alutsista TNI untuk memperkuat pertahanan Indonesia merupakan langkah penting dan harus didukung. Sebagai komponen utama pertahanan negara, katanya, TNI perlu dilengkapi oleh alutsista militer yang lebih baik, kuat, dan modern untuk mendukung tugas pokok dan fungsinya dalam menjaga dan melindungi wilayah pertahanan Indonesia.

Namun, Araf menilai, ada hal penting untuk dicatat. Hal itu, yakni langkah tersebut harus dijalankan oleh pemerintah secara akuntabel, transparan, serta dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan kebutuhan TNI itu sendiri.

"Hal ini penting untuk memastikan pengadaan alutsista TNI mendukung upaya penguatan pertahanan negara Indonesia dan tidak memunculkan masalah baru di masa yang akan datang," jelasnya.

Araf mengatakan, pemerintah semestinya belajar dari pengalaman saat melakukan pembelian alutsista bekas di masa lalu, baik itu pesawat, kapal, tank, dan lainnya. Ketika itu, pembelian berujung pada sejumlah masalah teknis dan mengalami beberapa kali kecelakaan.

Dia juga memandang, rencana pembelian pesawat tempur bekas Eurofighter Typhoon berpotensi terjadi penyimpangan akibat tidak adanya standar harga yang pasti. Transparency International dalam survei "Government Defence Anti-Corruption Index 2015" menunjukkan risiko korupsi di sektor militer/pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi.

"Dalam survei tersebut, risiko korupsi sektor militer/pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi dengan nilai D, setara dengan negara-negara seperti Namibia, Kenya, dan Bangladesh," kata dia.

Terlebih lagi, kata dia, pengadaan pesawat tempur Eurofighter Typhoon juga tersangkut isu dugaan suap dan kritik tajam di dalam negeri Austria sendiri. Pada 2017, Pemerintah Austria melayangkan gugatan kepada Airbus ke Pengadilan Munich, Jerman, atas dugaan suap yang dilakukan perusahaan pembuat pesawat tempur Eurofighter Typhoon itu kepada pejabat Austria.

Menurutnya, pemerintah Austria menyatakan terdapat kerugian sebesar 1,7 dolar AS juta dari total kontrak pembelian sebesar 2,4 miliar dolar AS. Kasus itu berakhir dengan adanya kewajiban Airbus untuk membayar denda sebesar 99 juta dolar AS.

"Tidak hanya itu, Airbus juga disebutkan masih menghadapi proses hukum berkait dengan dugaan penipuan dan korupsi di Pengadilan Austria," tutur Al Araf.

Kemudian, dia juga mengatakan, setiap pengadaan alutsista harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam hal itu, pengadaan alutsista baru hendaknya lebih dipertimbangkan dengan dibarengi mekanisme offset atau transfer teknologi.

"Selain itu, Kementerian Pertahanan harus fokus pada kemandirian industri pertahanan sehingga pengadaan alutsista harusnya memprioritaskan pembelian dari dalam negeri," jelas dia.

Atas dasar semua itu, Imparsial mendesak Prabowo untuk membatalkan rencana pembelian pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas dari Austria. Imparsial juga meminta Komisi I DPR untuk menolak rencana pembelian pesawat tempur bekas milik Austria yang sarat akan problem korupsi.

"Imparsial mendesak pemerintah membuka rencana pembelian alutsista secara transparan dan akuntabel," jelasnya.

Hingga saat ini, belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak Kementerian Pertahanan (Kemhan) atas ketertarikan pembelian Eurofighter Typhoon tersebut. Baik Juru Bicara Kemhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, maupun Kepala Biro Humas Setjen Kemhan, Brigjen TNI Djoko Purwanto, belum memberikan komentarnya.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya juga menyoroti rencana Kemenhan membeli pesawat Eurofighter jenis Thypoon. Menurutnya, rencana penambahan alutsista harus menyesuaikan sistem pertahanan komprehensif yang menjadi kebijakan umum pertahanan negara.

Willy menilai, pembelian alutsista yang dilakukan tanpa dasar kebijakan pertahanan justru akan terlihat sebagai belanja serampangan. Namun, hingga saat ini pemerintah belum selesai merevisi kebijakan umum pertahanan.

"Beli pesawat, tank, senjata serbu itu semua harus ada dasarnya apalagi beli pesawat tempur udara jenis superfighter. Salah-salah kita bisa dilihat sedang mengubah strategi defensive aktif menjadi ofensif. Ini bisa jadi soal pertahanan dan politik luar negeri yang terlihat oleh negara lain," kata Willy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia mengkritik adanya kesan tergesa-gesanya pembelanjaan APBN Kemenhan karena belanja alutsista apapun sah saja jika didahului dengan kajian komprehensif sistem pertahanan yang akan dibangun. Menurut dia, DPR tentu akan mendukung jika belanja alutsista memang merupakan hal yang mendasar dalam rangka pertahanan negara.

"Belanja alutsista semacam pesawat tempur ini bukan seperti belanja rutin lainnya karena merupakan belanja strategis karenanya harus sangat hati-hati, disesuaikan dengan doktrin pertahanan dan politik luar negeri Indonesia. Tidak bisa hanya dengan alasan peremajaan atau alasan pembinaan trimatra," ujarnya.

Willy juga mengingatkan, bahwa Eurofighter Typhoon hampir sejenis dengan Sukhoi-35 yang sudah dimiliki oleh Indonesia. Sehingga, pembelian jenis pesawat tempur yang serupa namun dengan model yang berbeda akan menjadi tidak efisien dan akan membengkakkan anggaran.

"Kalau beli yang berbeda, maka belanja lainnya untuk perbaikan, perawatan, suku cadang dan lainnyapun akan beda. Dampaknya akan juga berkenaan dengan APBN nantinya," ujarnya.

In Picture: Foto Pesawat Eurofighter Typhoon yang Dilirik Prabowo

photo
Pesawat Eurofighter Typhoon - (EPA/PETROS KARADJIAS)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement