Senin 20 Jul 2020 10:47 WIB

Meski Kemarau, BMKG Ingatkan Potensi Hujan Tinggi

Musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi hujan tinggi di sejumlah wilayah meski di daerah lainnya menunjukkan fenomena kontras telah mengalami kemarau.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi hujan tinggi di sejumlah wilayah meski di daerah lainnya menunjukkan fenomena kontras telah mengalami kemarau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berada di sekitar garis ekuator serta diapit oleh dua Samudera dan dua Benua besar, menjadikan Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki dinamika cuaca dan iklim yang khas. Karena itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi hujan tinggi di sejumlah wilayah meski di daerah lainnya menunjukkan fenomena kontras telah mengalami kemarau.

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, sejumlah wilayah mengalami kekeringan, sementara hujan ekstrem justru mengguyur beberapa wilayah lainnya. 

"Contohnya pada saat musim kemarau melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan, wilayah Indonesia bagian tengah mulai Sulawesi Tengah, Maluku hingga Papua bagian utara malah berpotensi mendapatkan curah hujan relatif tinggi dalam dua dasarian (20 hari) ke depan," ujar Dwikorita seperti dalam keterangan tertulis, Senin (20/7).

Sementara itu, berdasarkan hasil pemantauan BMKG, musim kemarau masih terus akan berlanjut hingga Oktober nanti. Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, menjelaskan, dari 342 daerah Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 64 persen ZOM telah memasuki musim kemarau hingga pertengahan Juli ini.  Hal ini seiring dominannya sirkulasi angin Monsun Australia yang bersifat kering dan bertiup dari arah Timur-Tenggara. 

Adapun daerah yang telah memasuki musim kemarau antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Barat, DKI Jakarta bagian barat dan timur, Pesisir utara Banten, Pesisir timur Jambi, Riau dan Aceh, Sumatera Utara bagian tengah, utara dan timur, Kalimantan Selatan bagian barat, Kalimantan Tengah bagian timur, Sulawesi Barat bagian selatan, Pesisir barat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan. Maluku bagian barat, Papua Barat bagian timur, serta Papua bagian tengah, selatan dan utara.

Dari wilayah-wilayah yang telah memasuki musim kemarau tersebut, ia menyebutkan 30 persen ZOM telah mengalami kondisi kering berdasarkan indikator Hari Tanpa Hujan berturut-turut (HTH) atau deret hari kering bervariasi antara 21 sampai 30 hari, 31 sampai 60 hari, dan diatas 61 hari. 

"HTH terpanjang terjadi di Oepoi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur selama 70 hari. Sementara itu, prediksi Hujan BMKG hingga 9 (Sembilan) bulan ke depan menunjukan musim kemarau secara umum akan berlangsung hingga bulan Oktober 2020," katanya.

Meski demikian, daerah yang tidak atau belum mengalami  kemarau juga perlu mewaspadai adanya potensi curah hujan dengan kriteria tinggi hingga sangat tinggi dalam empat bulan ke depan, demikian Herizal mengingatkan. 

Daerah tersebut meliputi sebagian Aceh, Sumbar, Kalbar, Kaltara, Sultra, Sulteng; Sulbar; Maluku Utara; Papua Barat dan sebagian Papua pada bulan Juli 2020. Kemudian sebagian Aceh, Sumbar, Kalbar, Kaltara, Sulbar, Maluku Utara; Papua Barat dan Sebagian Papua pada bulan Agustus 2020, Aceh, sebagian Sumut, Sumbar, Kalbar dan Kaltara, Sulbar, Papua Barat dan sebagian Papua selama September 2020, Aceh, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Kalbar, Kaltara, Sulbar, Papua Barat dan sebagian besar Papua selama Oktober 2020.

"Potensi itu didasarkan pada kondisi suhu muka air laut perairan Indonesia yang masih cukup hangat, sehingga menyuplai cukup uap air ke atmosfer akibat proses penguapan," katanya.

Sementara itu, ia menyebutkan aktivitas gelombang ekuator tropis (Gelombang Kelvin dan Rossby) serta aliran massa udara Samudera Pasifik yang masuk ke Indonesia, berpotensi menimbulkan peningkatan aktivitas pembentukan awan konvektif di Indonesia sebelah utara ekuator, terutama di Indonesia bagian timur dan tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement