Ahad 19 Jul 2020 19:36 WIB

'Pengamanan Sistem Informasi KPU Jangan Setengah-Setengah' 

Ada tujuh serangan siber yang kerap terjadi selama pemilu di berbagai negara.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Pilkada (ilustrasi). Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia menyoroti pengamanan siber sistem informasi yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU).
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada (ilustrasi). Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia menyoroti pengamanan siber sistem informasi yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia menyoroti pengamanan siber sistem informasi yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU). Meskipun sistem pemilu di Indonesia tidak menggunakan e-voting, e-counting, atau e-rekap, namun tahapan-tahapan pemilu yang ada menggunakan sambungan internet.

"Nah tentu pengamanan siber terhadap teknologi tersebut tidak boleh setengah-setengah. Karena setiap tahapan pemilu itu punya pengaruh terhadap tahapan lainnya, dan juga mempengaruhi hasil kredebilitas hasil pemilu nanti," kata Nurul dalam diskusi daring, Ahad (19/7).

Baca Juga

Nurul juga menjelaskan tujuh serangan siber yang kerap terjadi selama pemilu di berbagai negara. Salah satunya yang juga terjadi di Indonesia pada pemilu 2019 lalu adalah kampanye disinformasi yang menargetkan integritas yang dirasakan dari proses pemilihan. 

"Jangan sampai terjadi di pilkada dalam skala lokal yang isunya bisa naik ke tingkat nasional karena seperti pak Viryan (Komisioner KPU Viryan Aziz) bilang serangan sibernya bisa diatasi sebetulnya tapi yang berat adalah disinformasinya," ujarnya.

Dirinya menganggap risiko keamanan siber akan terus ada sehebat apapun teknologi yang dibangun. Oleh karena itu sistem yang dipersiapkan KPU menurutnya sangat menentukan bagaimana dampak serangan tersebut terhadap kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data dan teknologi.  

"Di sinilah pentingnya untuk memastikan beberapa hal. Misal harus ada cyber hygiene," ungkapnya.

Perludem juga menyoroti terkait keterbatasan anggaran yang dimiliki KPU dalam penyelenggaraan pilkada 2020 ini. Sedangkan pengamanan siber menurutnya bukanlah hal yang murah.Oleh karena itu KPU juga diharapkan bisa menjawab tantangan tersebut.

"Jangan sampai anggaran terbatas atau bahkan tidak ada teknologi yang digunakan itu tidak dibangun dan tidak diamankan dengan cukup baik karena ada harga dari investasi terhadap teknologi yang kita kembangkan," jelasnya. 

Terakhir, ia juga menyoroti terkait pentingya kolaborasi antarlembaga dalam pengamana siber terknologi informasi. Di beberapa negara kolaborasi pengamanan siber juga dilakukan. Ada negara yang hanya melibatkan institusi negara, ada juga yang menyertakan partai politik dan masyarakat sipil, dan ada juga kolaborasi yang melibatkan swasta.

"Kolaborasi antarlembaga ini setuju saya dengan pak Viryan itu amat diperlukan untuk menyatukan sumber daya dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing aktor untuk membangun pertahanan holistik terhadap serangan siber," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement