Sabtu 18 Jul 2020 19:41 WIB

Gagah Berani TNI Membuka Covid-19

TNI membuka secara transparan membuka kasus covid-19.

Novelis Asma Nadia berpose untuk Harian Republika di sela-sela kegiatan Workhsop Kepenulisan pada gelaran Festival Republik 2019, di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Ahad (29/12).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Novelis Asma Nadia berpose untuk Harian Republika di sela-sela kegiatan Workhsop Kepenulisan pada gelaran Festival Republik 2019, di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Ahad (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Asma Nadia

Awalnya sederhana. Dua perwira Secapa berobat ke rumah sakit sebab demam akibat bisul dan masalah tulang belakang. Akan tetapi ketika diperiksa lebih lanjut keduanya diketahui mengidap Covid-19.

Mendengar berita tersebut, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa langsung memerintahkan pemeriksaan terhadap lebih dari seribu personel di Secapa AD.

Hasilnya cukup mencengangkan. Lebih  dari seribu perwira atau calon perwira,  tepatnya 1280 orang positif terkena Covid-19. Pada pemeriksaan  lanjutan tercatat total 1.307 orang terjangkit virus yang telah menyebabkan pandemi  ini.

Segera saja Angkatan Darat memutuskan untuk mengarantina ribuan orang di Secapa, tidak ada yang boleh keluar atau masuk kecuali dengan  alasan yang terkait  penanganan Covid-19.

Apa yang menarik dari berita di atas?

Saya pribadi merasa harus mengangkat dua jempol untuk kesigapan KASAD melakukan test Swab di lingkungan Secapa. Sulit membayangkan apa yang terjadi bila hal itu tidak dilakukan.

Tanpa keputusan dan tindakan cepat Sang Jendral, sekitar 1300 orang yang terlihat gagah dan sehat akan pulang ke rumah masing-masing tanpa sadar telah menjadi pembawa virus. Jika setiap mereka bertemu minimal lima  orang di rumah atau di luar lingkungan Secapa,  maka akan berpotensi membahayakan lebih dari  5000 orang, dan jika 5000  orang tersebut bertemua 5 orang lain maka potensi penularan bisa mencapai 25000 ribu lebih,  begitu seterusnya.

Akan tetapi kecepatan dalam melakukan tindakan preventif membuat bencana lebih besar berhasil diantisipasi. Bahkan sekarang, ratusan perwira yang sebelumnya positif, sudah dinyatakan sembuh.

Tentu saja kebijakan tersebut menjadi bukti betapa langkah antisipasi  berperan sangat besar dalam meredam penyebaran virus yang sangat mudah dan cepat penularannya.

Hal  lain yang bagi saya menarik, Sang Jendral bukannya menyembunyikan fakta akan  banyaknya perwira yang terkena Covid 19,  justru secara terbuka menyampaikan ini kepada pers. Sikap transparan yang dipilih beliau  jelas merupakan angin segar yang sekali lagi bisa menjadi contoh positif.

Mengingat salah satu masalah yang sering dipertanyakan di awal terjadinya pendemi adalah keterbukaan menyangkut jumlah kasus. Meski syukurlah angka yang disampaikan pemerintah saat ini terlihat lebih transparan dan logis untuk diterima masyarakat.

Jumlah kasus baru yang diumumkan oleh Satgas Covid 19  belakangan ini tidak hanya menyentuh angka seribu tapi bahkan melebihi 2000 per hari. Benar, menakutkan   di satu sisi. Tapi di sisi lain,  justru melegakan, karena menunjukkan keberanian  pemerintah untuk secara lebih terbuka memberikan data perkembangan kasus di tanah air,  sehingga bahkan di masa transisi PSBB tetap terbangun sikap waspada di masyarakat.

Dari apa yang terjadi di Secapa juga apa yang diumumkan oleh Satgas Pemerintah, kita kembali dibenturkan  pada kenyataan bahwa masalah Covid 19 jauh dari usai.  Virus yang belum ditemukan vaksinnya ini masih  sangat bisa menyerang siapa saja, kapan, dan di mana saja. Dan ini penting digarisbawahi.

Masih banyak lapisan masyarakat yang  terbuai sejak  PSBB dilonggarkan, mengira masalah corona di Indonesia sudah selesai, atau setidaknya jauh membaik.

Padahal pelonggaran yang diberlakukan semata karena keterpaksaan. Jika tidak maka sektor ekonomi  makin terpuruk, dan akan menjadi lebih besar dampaknya secara nasional.

Selain itu keterbukaan dipilih karena masyarakat saat ini lebih siap. Ketersediaan masker dan hand sanitizer sudah memadai di mana-mana, dan kita kian terbiasa mengenakan masker di era kebiasaan baru.

Saya sendiri masih merasa frase “New Normal” terkesan terlalu ringan sehingga mendistraksi kenyataan bahwa kita masih dalam kondisi darurat dan belum waktunya menurunkan kewaspadaan. Daripada new normal mungkin situasi dan kondisi  saat ini  lebih tepat disebut “Kewaspadaan Baru” atau “Normal Wasada” atau sesuatu yang secara istilah lebih berkontribusi dalam membangun sikap kehati-hatian.

Alhamdulillah, kebijakan pemerintah yang terus dibenahi , kewaspadaan rakyat, kesigapan penguasa berangsur membuat bangsa ini semakin siap dari hari ke hari. Besar harapan keadaan akan  terus  membaik, dan keberadaan lebih banyak sosok pemimpin yang sigap dan antisipatif seperti sang jenderal, masih amat sangat dibutuhkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement