REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan air minum dapat terpenuhi dengan adanya produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang saat ini diproduksi dalam jumlah besar. Masifnya produksi AMDK menjadikan produk ini tergolong dalam kategori pangan risiko tinggi dan mengalami cemaran dan harus diawasi.
Selain banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas, bahan baku AMDK berpotensi mengalami cemaran karena adanya perubahan kondisi lingkungan. Untuk itu, pemerintah melakukan pengawasan terhadap air dengan tujuan melindungi masyarakat/kepentingan publik sekaligus mendorong daya saing produk. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku lembaga yang diberi amanah untuk melakukan pengawasan terhadap Obat dan Makanan juga melakukan kegiatan pengawasan terkait AMDK.
Kepala Badan POM RI Penny K Lukito mengungkapkan pengendalian aspek keamanan dan mutu AMDK sepanjang product life cycle merupakan satu kesatuan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. “Untuk meningkatkan pelayanan publik, BPOM telah melakukan percepatan perizinan, antara lain melalui penyederhanaan proses registrasi. Meskipun demikian, aspek perlindungan kepada masyarakat tetap menjadi fokus perhatian Badan POM dengan memperkuat pengawasan post-market," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (17/7).
Lebih lanjut, Penny menjelaskan pengawasan AMDK meliputi aspek standardisasi produk dan standardisasi proses produksi. Standar produk dikembangkan melalui risk assessment yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan isu strategis. Kemudian dilanjutkan dengan pengawasan pre-market yang melibatkan beberapa pihak, antara lain Lembaga Sertifikasi Produk (LSPRO) sebagai penerbit sertifikat SNI (Standard Nasional Indonesia), UPT Badan POM sebagai penerbit sertifikat PSB (pemeriksaan sarana baru), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penerbit sertifikat halal, serta Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai penerbit sertifikat merek. Setelah produk beredar, Badan POM melakukan pengawasan post market yang terdiri dari pemeriksaan sarana produksi, pengawasan di peredaran yang meliputi pemeriksaan sarana distribusi/ritel, sampling dan pengujian, monitoring label dan iklan produk AMDK, serta kegiatan surveilans, termasuk penanganan kejadian luar biasa (KLB) atau keracunan akibat pangan.
“Keseluruhan siklus ini berkesinambungan untuk memastikan AMDK yang beredar aman untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat sekaligus memperkuat industri makanan,” ujarnya.
Ia menyebutkan di Indonesia saat ini terdapat empat jenis AMDK yang terdiri dari Air Mineral Alami, Air Mineral, Air Demineral dan Air Minum Embun yang standarnya telah diatur dalam SNI. Berdasarkan data produk yang terdaftar di Badan POM terdapat sekitar 7.780 produk AMDK dengan jumlah produsen seluruh Indonesia sebanyak 1.032 perusahaan.
Dari seluruh produk AMDK, 99,5 persen merupakan produk dalam negeri (BPOM RI MD), dengan jenis AMDK terbanyak adalah Air Mineral sebanyak 6.092 produk atau 78,30 persen dan Air Demineral sebanyak 1.492 produk atau 19,18 persen. Sedangkan untuk Air Mineral Alami hanya terdapat 45 produk atau 0,58 persen dan Air Minum Embun hanya 3 produk atau 0,04 persen. Selain 4 (empat) jenis AMDK tersebut juga terdaftar air minum pH tinggi sebanyak 148 produk atau 1,90 persen.
Melihat banyaknya jumlah merek AMDK yang disetujui dan beredar di Indonesia, di mana masing-masing memiliki standar yang berbeda, ia menegaskan pengawasan AMDK harus mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat, termasuk penggunaan AMDK yang tepat sesuai kandungan mineral yang dikandungnya.
Saat ini misalnya, standar label AMDK belum mencakup pengaturan label AMDK sesuai dengan kandungan mineralnya. Ia menyebutkan akhir-akhir ini terdapat beberapa isu yang berkembang di masyarakat terkait AMDK, antara lain isu mikroplastik pada air bersih (air ledeng) yang dapat menjadi bahan baku AMDK, isu residu hormon yang mencemari sungai sebagai bahan baku air bersih, beredarnya hoaks terkait dengan AMDK yang merisaukan masyarakat, serta iklan AMDK dengan klaim berlebihan atau menyesatkan, misal AMDK dapat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu.
Menyikapi banyaknya permasalahan pengawasan air minum, Badan POM berinisiatif melakukan pembahasan terkait perbaikan mutu air dalam pengawasan mutu pangan melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) Pengawasan Air Minum. Hal ini merupakan salah satu upaya Badan POM bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait dalam melindungi masyarakat, mengingat kegiatan pengawasan air minum melibatkan berbagai pihak, termasuk produsen air minum.