REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Penuntasan masalah kawasan kumuh tidak sekedar pada aspek fisik. Problematika pada pemikiran dan gaya hidup masyarakat juga perlu diperhatikan.
Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, pemberdayaan, partisipasi dan kolaborasi menjadi poin penting dalam menuntaskan kawasan kumuh di Kota Malang. Pemerintah perlu menerapkan pendekatan dan konsep tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut, termasuk melibatkan masyarakat.
"Artinya program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) perlu mengarah ke mindset padat karya dan juga padat ide," kata Sutiaji di Kota Malang.
Transformasi kawasan heritage Kayutangan menjadi salah satu komitmen Kota Malang mengubah kawasan kumuh. Apalagi Sutiaji menargetkan wilayah tersebut menjadi ‘Pusat Heritage Malang Raya’. Target ini harus diperkuat dengan keselarasan antara penataan fisik kawasan dan pemberdayaan.
"Baik para pemilik bangunan heritage, masyarakat kampung Kayutangan dan juga kolaborasi dengan para tokoh masyarakat, pemerhati cagar budaya, akademisi, media, dan stakeholders kota lainnya," ucap Sutiaji.
Sutiaji tak menampik, situasi Pandemi Covid-19 menjadi tantangan sekaligus hikmah tersendiri. Pemukiman yang sehat dan layak huni akan sangat mendukung pencegahan pandemi. Oleh karena itu, konsep Kotaku layak disinergikan dengan ide kampung tangguh dan kampung tematik.
Di sisi lain, ketersediaan hunian sehat dan layak huni berpotensi menimbulkan dampak cukup baik. Salah satunya bisa meningkatkan perekonomian Kota Malang ke depannya. "Tentu secara langsung maupun tidak langsung," ungkapnya.
Kota Malang banyak memiliki kampung tangguh dan kampung tematik di sejumlah kecamatan. Beberapa di antaranya seperti Kampung Warna-warni Jodipan, Kampung Glintung Go Green, Kampung Putih dan sebagainya. Ada pula Kampung Tangguh Narubuk di Sukun, Kampung Tangguh di Penanggungan dan lain-lain.
Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Timur, M Reva Sastrodiningrat berharap program Kotaku dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada kawasan kumuh. Dalam hal ini seperti drainase, air bersih/minum dan pengelolaan persampahan. "Pengelolaan air limbah, pengamanan kebakaran dan ruang terbuka hijau atau publik," ujarnya.
Kawasan kumuh di Kota Malang mencapai 608,6 hektare (ha) pada 2015 sesuai SK Kumuh Wali Kota Nomor 188.45/86/35.73.112/2015. Kemudian secara bertahap menyisakan 35 persen atau 213,01 hektare di 2019. Pemkot Malang akan menyelesaikan masalah tersebut secepat mungkin di 2020.