Selasa 14 Jul 2020 20:40 WIB

Dunia Akui Papua Bagian dari Integral Indonesia

Internasionalisasi Papua digunakan kelompok separatis untuk kepentingan sesaat.

Rep: Rahayu Marini Hakim/ Red: Karta Raharja Ucu
Peta Papua. Ilustrasi
Foto: Google Map
Peta Papua. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye isu kolonialisme di tanah Papua yang terus dilakukan para aktivis dan pendukung kemerdekaan West Papua seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang dipimpin Benny Wenda, maupun Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang dipimpin Agus Kossay, di dunia internasional diyakini tidak akan memiliki pengaruh signifikan. Alasannya menurut Ida Bagus Made Bimantara, Direktur Eropa I Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), hampir seluruh negara di dunia mengakui Papua Barat bagian integral dari Indonesia.

Pria yang akrab disapa Sade itu menegaskan, berbagai isu di Papua seutuhnya merupakan urusan dalam negeri. Semua negara memahami dan menghormati posisi Indonesia.

“Hampir 99,5 pemerintah di dunia mengakui dan menghormati keutuhan Indonesia, menegaskan bahwa Papua bagian Indonesia, hanya satu negara masih mempertanyakan yaitu Vanuatu,” ujar Sade, dalam diskusi 'Mengapa Isu Papua Diinternasionalisasi', Senin (13/7).

Sade menegaskan, Papua saat ini sudah bebas secara politik, di mana di sana sudah dijalankan pilkada, pilpres, diberikan hak otonomi khusus. Pemerintah pusat juga terus melakukan kebijakan afirmatif action dengan berupaya sekuat tenaga memenuhi hak dasar, termasuk hak asasi manusia. 

Berbagai akses juga sepenuhnya diberikan seperti menghadirkan BBM dengan harga sama seperti di daerah lain di Indonesia, akses transportasi dan infrastruktur terus dibangun, layanan kesehatan dijalankan. Sementara, Benny Wenda yang terus mengkampanyekan kemerdekaan Papua, sejatinya tidak pernah berkontribusi ke Papua, bahkan sebaliknya meminta donasi untuk terbang ke seluruh dunia, hingga memberi instruksi untuk membunuh pekerja pembangunan infrastruktur di Papua. 

Sade pun memastikan, pemerintah bekerja keras menyelesaikan persoalan yang masih ada. Bahkan pemerintah bertindak tegas kepada tersangka ujaran kebencian terhadap Papua. Jika masih ada kendala, menurut dia tidak bisa dipungkiri namun saat ini kondisi Papua terus semakin baik. Adapun kelompok separatis, justru tidak berkontribusi, dan memecah belah. 

Tindakan kelompok tersebut juga sama dengan menista proses demokrasi yang sudah dijalankan oleh rakyat Papua ketika memilih dalam proses Pilkada, Pilpres, memilih anggota DPR, yang notabene merupakan orang asli Papua. Sementara kelompok separatis itu yang hidup di luar Papua, mengklaim dan seringkali mengatasnamakan seperti seorang raja.

“Ini sangat meremehkan demokrasi, mereka hanya ingin meraih tujuan sempit di luar koridor demokrasi. Kita harus bersama bekerja demi kemakmuran Papua. Bekerja dengan pendekatan kesejahteraan dan pendekatan kemanusian,” tegas Sade. 

Tenaga Ahli Kelembagaan Desk Papua Bappenas Moksen Idris Sirfefa menambahkan, Papua memiliki masalah komplek, memerlukan pendekatan komprehensif dalam penyelesaiannya. Pemerintah pun selalu mengedepankan pendekatan dialog, juga terus mendukung Papua dengan kebijakan otonomi khusus yang terus diperbaiki agar semakin relevan dengan situasi terbaru Papua.

Karena itu, ia mengajak masyarakat Papua untuk tidak terlalu terlena dengan isu-isu lama yang diciptakan untuk kentungan kelompok kecil namun lebih fokus pada masa depan. Isu-isu lama pun seringkali tidak berbasis fakta.

Ia menegaskan, melihat Papua tidak bisa dengan sekilas. Nah, otsus merupakan jalan tengah moderat yang sama-sama menguntungkan karena sejatinya pemerintah melimpahkan sepenuhnya kebijakan Papua ke daerah. 

Moksen mengingatkan, Papua punya potensi besar untuk maju karena itu semua pihak agar berpikir jernih, tidak emosi. Menurut dia, dana otsus sudah sangat membantu karena mencapai 60 persen anggaran APBD provinsi di Papua. 

Steve R Mara Ketua Pemuda Lira Provinsi Papua mengajak, generasi muda Papua jangan percaya begitu saja dengan isu internasionalisasi Papua yang didorong kelompok tertentu sehingga melupakan berbagai potensi besar generasi muda Papua. Jika terus terlena isu-isu internasional yang tidak memiliki basis fakta, maka ia khawatir generasi muda menjadi lebih malas untuk berpikir lebih maju, tidak mampu melihat beragam peluang. Ia mengajak anak muda Papua untuk berkontribusi nyata dan tidak merasa inferior.

“Kenapa merasa kecil padahal kita bisa melakukan hal besar, jangan terlena dengan isu yang dibangun kelompok sebelah, anak muda Papua harus bangun sebaliknya juga, mampu menunjukan bisa berkontribusi nyata bagi Indonesia,” tegasnya.

Michael Manufandu MA, Duta Besar Senior Pamong Papua, juga mengingatkan, kemajuan di Papua sudah sangat luar biasa, terlebih di era pemerintah sekarang yang fokus menaikkan kualitas sumber daya manusia dan akses transportasi infrastruktur. Karena itu, ia mengajak generasi muda Papua untuk bersama-sama memajukan, kemudian para pemimpin di daerah bisa menjelaskan duduk persoalan sebenarnya kepada generasi baru Papua saat ini agar tidak terus menerus menilai pemerintah seolah kapitalistik mileristik. Karena pemerintah pusat justru telah membantu Papua dengan dana lewat APBD, dana khusus, dan anggaran lain demi kemajuan Papua.

Apalagi pemerintah terus berupaya memberi jalan terbaik bagi Papua misal dengan pengembangan kawasan adat, menampung aspirasi untuk usul pemekaran daerah baru.  Dengan otonomi khusus semua peluang menjadi terbuka.

Misal, dahulu hanya level pejabat yang bisa anaik pesawat untuk keluar daerah, sekarang siapa pun di Papua bisa  dan itu bukti nyata terjadi hal positif di Papua. Akses pendidikan pun semakin terbuka. 

“Pemerintah melimpahkan wewenang dan anggaran, dalam kerangka NKRI, demi membangun Papua,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement