Senin 13 Jul 2020 10:35 WIB

Wapres Minta Perubahan Pelaku Ekonomi di Masa New Normal

Pandemi covid-19 telah memukul perekonomian nasional.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Wakil Presiden Maruf Amin saat acara peluncuran Buku Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi, Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional melalui video conference dari kediaman resmi Wapres, Jakarta, Senin (13/7).
Foto: Dok. KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin saat acara peluncuran Buku Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi, Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional melalui video conference dari kediaman resmi Wapres, Jakarta, Senin (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan, perlunya perubahan perilaku masyarakat dalam masa tatanan normal baru atau new normal. Ma'ruf menilai, salah satunya perubahan dari sisi ekonomi, agar perekonomian nasional kembali bangkit setelah terdampak pandemi Covid-19.

"Selain perubahan dalam hal kebiasaan menggunakan masker, menjaga jarak dan cuci tangan, diperlukan juga perubahan dari sisi pelaku ekonomi agar lebih kreatif dalam menyediakan layanan dan inovasi produk yang tepat untuk kepentingan pencegahan Covid-19," ujar Ma'ruf saat sambutan dalam launching buku INDEF 'Pandemi Corona' melalui virtual, Senin (13/7).

Sebab, pandemi telah memukul perekonomian nasional. Salah satunya perlambatan ekonomi nasional pada kuartal pertama hanya yang tumbuh 2,97 persen dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2019, dan diperkirakan akan tumbuh negatif pada kuartal kedua ini.

Karena itu, jelas Ma'ruf, ini alasan pemerintah memutuskan mulai melakukan pembukaan aktivitas ekonomi, namun dengan syarat-syarat tertentu di masa new normal."Inti dari tatanan baru adalah melakukan perubahan," katanya.

Karena itu, untuk mendorong perubahan itu, dibutuhkan gagasan baru dan pemikiran dari berbagai pihak. Sebab, pemerintah tidak bisa sendiri dalam menangani pandemi Covid-19.

Ma'ruf menyebutkan, Pemerintah pun telah mengambil langkah-langkah koordinasi kebijakan extra-ordinary di bidang ekonomi. Dimulai dari perluasan program bantuan sosial, pemberian subsidi pembayaran rekening listrik, hingga kebijakan extraordinary (luar biasa) berupa dukungan regulasi pembiayaan pembangunan, di antaranya dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Aturan itu mengatur soal meningkatkan pembiayaan melalui pelebaran defisit APBN hingga di atas tiga persen selama tiga tahun serta memperkuat koordinasi kebijakan sektor keuangan dalam melindungi nasabah dan menangani ancaman stabilitas sistem keuangan.

Kebijakan lain, Pemerintah melakukan perubahan APBN 2020 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 yang kemudian disesuaikan lagi dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2020 dengan menetapkan defisit sampai 1.039 triliun rupiah atau 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 ditetapkan sebesar Rp 695,2 triliun guna meningkatkan akselerasi belanja. Instrumen kebijakan yang digunakan untuk menutupi defisit ini adalah dengan cara memanfaatkan sisa anggaran lebih besar," ungkapnya. 

"Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, pandemi Covid-19 ini tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah. Saya sangat menghargai inisiatif INDEF dalam menerbitkan buku ini," kata Ma'ruf.

Sebab, kata Ma'ruf, segala gagasan maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak ini bisa menjadi panduan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement