REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyambut baik langkah pemerintah mencabut sejumlah pasal yang mengantur tentang pers di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Adapun pasal tentang pers yang dicabut dari RUU Ciptaker yakni Pasal 18 ayat 3 dan 4 RUU.
Pasal 18 ayat 3 berbunyi "Perusahaan Pers yang melanggar pasal 9 ayat 2 dan pasal 12 dikenai sanksi administratif." Sedangkan pada Pasal 18 Ayat 4 berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah besaran denda, tata cara, mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan aturan Pemerintah."
"Dengan demikian segala sesuatu yang berkaitan dengan pers dikembalikan pada ketentuan lama yang diatur dalam UU No 40/1999 tentang Pers," Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana dalam siaran pers pada Sabtu (12/7).
Menurut Yadi, pencabutan pasal tersebut sejalan dengan permintaan Dewan Pers dan IJTI yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDPU) dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR pada pertengahan Juni lalu. Alasan IJTI meminta pasal tersebut dicabut antara lain menghindari adanya intervensi pemerintah dalam kemerdekaan Pers.
Alasan selanjutnya, pengaturan oleh PP mengenai jenis denda, besaran denda, tata cara dan mekanisme mengenai sanksi administratif membuka intervensi terhadap kebebasan Pers. Oleh karena itu IJTI mengapresiasi langkah pemerintah dan DPR yang dinilai masih menunjukan komitmenya untuk menjaga kemerdekaan pers di tanah air.
Kendati demikian ujar Yadi, masih ada sejumlah pasal yang berpotensi membungkam kebebasan pers di tanah air. Pasal tersebut tertuang dalam RKUHP, karenanya ia juga meminta agar segera mencabut pasal terkait kebebasan pers di RKUHP.
"Setidaknya ada 10 pasal yang berpotensi menjadi ancaman bagi kebebasan pers di tanah air," terangnya.
"Keberadaan pasal-pasal karet di KUHP akan mengarahkan kita pada praktik otoritarian seperti yang terjadi di era Orde Baru yang menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa," sambungnya.
Oleh karena itu IJTI kembali menyatakan sikap tegas agar pemerintah dan DPR segera mencabut 10 pasal di dalam RKUHP yang berpotensi membungkam kebebasan pers.
Pasal-Pasal yang mengancam kebebasan pers adalah sebagai berikut :
1. PASAL 219 Tentang Penghinan terhada Presiden atau Wakil Presiden
2. PASAL 241 Tentang Penghinaan terhadap Pemerintah
3. PASAL 247 Tentang Hasutan Melawan Negara
4. PASAL 262 Tentang Penyiaran Berita Bohong
5. PASAL 263 Tentang Berita Tidak Pasti
6. PASAL 281 Tentang Penghinaan terhadap Pengadilan
7. PASAL 305 Tentang Penghinaan terhada Agama
8. PASAL 354 Tentang Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara
9. PASAL 440 Tentang Pencemaran Nama Baik
10. PASAL 444 Tentang Pencamaran orang Mati
Terkait pencabutan 10 pasal dalam RKUHP IJTI memberi masukan beberapa hal berikut ini :
1. Bahwa hal hal terkait delik pers wajib diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian di Dewan Pers dengan mengacu pada UU 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik
2. Rancangan KUHP harus menghargai kebebasan berekspresi.
3. Perumusan pasal-pasal di RKUHP harus mempertimbangkan wilayah yang sudah diatur oleh UU Pers.