Rabu 08 Jul 2020 01:21 WIB

Masyarakat tak Anggap Pemusnahan Satwa Liar Solusi Pandemi

LIPI menggelar survei untuk mengetahui persepsi publik terhadap Covid-19.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian RI (Kementan) bekerjasama dengan FAO dan USAID menyelenggarakan berbagai macam kegiatan sosialisasi edukasi soal zoonosis lewat platform digital. Hal ini digelar sekaligus untuk memperingati Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh setiap 6 Juli.
Foto: Kementan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian RI (Kementan) bekerjasama dengan FAO dan USAID menyelenggarakan berbagai macam kegiatan sosialisasi edukasi soal zoonosis lewat platform digital. Hal ini digelar sekaligus untuk memperingati Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh setiap 6 Juli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui surveinya mengatakan bahwa masyarakat tidak menganggap pemusnahan satwa liar sebagai salah satu solusi untuk mengendalikan penyebaran pandemi Covid-19. Survei dilakukan terhadap 2.623 responden.

"Jadi ternyata pemusnahan satwa liar itu sangat tidak dikehendaki," kata Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Herry Jogaswara dalam Webinar “Sosialisasi Hasil Survei Persepsi Masyarakat terhadap Covid-19 dan Satwaliar", Jakarta, Selasa (7/7).

Baca Juga

Herry mengatakan, hasil survei terhadap 2.623 responden itu menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak menghendaki pemusnahan satwa liar untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Hanya 1 persen saja yang berpendapat pemusnahan bisa menjadi cara pengendalian.

"Jadi masyarakat sendiri tidak menganggap bahwa satwa liar ini yang menjadi penyebab utama yang harus dimusnahkan. Ini mungkin berbeda dengan apa yang diwacanakan," kata dia.

Dalam penelitian untuk melihat persepsi masyarakat terhadap Covid-19 dan satwa liar itu, Herry juga menemukan bahwa literasi masyarakat terkait zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya, pada dasarnya sangat rendah. Meskipun, pemeliharaan burung yang menurut hasil penelitian juga dikategorikan sebagai satwa liar, di Indonesia sangat banyak.

"Satu sisi orang-orang punya hobi tertentu, tetapi literasi tentang zoonosis sangat rendah," kata Herry.

Herry mengatakan, informasi terbaru bahwa burung juga berpotensi zoonosis, contohnya famili bebek, menurutnya hal itu perlu juga mendorong studi mitigasi ke depan terkait dengan pemeliharaan burung.

"Jadi itu menguatkan pendapat di awal tentang sumber zoonosis yang perlu mendapat perhatian," katanya.

Dalam penelitian tersebut, Herry mencatat hal menarik tentang persepsi masyarakat dari kelompok pemeliharaan burung yang mengatakan bahwa mereka masih awam terkait pandemi Covid-19 yang masih terjadi sampai saat ini.

"Walaupun pandemi sudah berjalan hampir 4 bulan, banyak yang masih belum sadar sehingga semua masih berjalan seperti biasa saja. Sosialisasi belum ada. Nah, ini satu catatan bagi pemerintah daerah," katanya.

Namun, ia juga mengatakan dirinya justru baru mengetahui bahwa pandemi Covid-19 banyak menjangkiti hewan.

"Karena sejauh ini kami merasa pandemi ini tidak akan menjangkiti burung. Jadi menarik bahwa mereka melihat bahwa zoonosis itu relasinya dari satwa ke manusia. Tapi ada juga kasus-kasus, menurut orang-orang ini, sebenarnya manusia bisa menularkan pada hewan," kata dia lebih lanjut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement