Ahad 05 Jul 2020 18:58 WIB

Pemahaman Risiko Kunci Ketangguhan Warga Lereng Merapi

Karakteristik gunung sangat memengaruhi kearifan lokal bagi masyarakat sekitar.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Warga melintas di jalan desa dengan berlatar belakang Gunung Merapi.
Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
Warga melintas di jalan desa dengan berlatar belakang Gunung Merapi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Beberapa tahun terakhir, Gunung Merapi terus menunjukkan keaktifan dengan aktivitas erupsi yang skalanya selalu berbeda. Pemahaman atas risiko dirasa menjadi kunci ketangguhan masyarakat hadapi erupsi yang kerap terjadi.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan, Merapi merupakan gunung berapi yang sangat aktif. Bahkan, memiliki lima karakter letusan yang komplit.

"Antara erupsi terakhir saja sudah berbeda dari 2006, 2010 dan sekarang. Erupsi Merapi yang paling besar itu skala empat, dari skala gunung berapi secara umum 1-8," kata Hanik, di Covid-19 Talk yang digelar MCCC.

Untuk itu, ia menekankan, menumbuhkan ketangguhan di tengah-tengah masyarakat lereng Merapi tentu memiliki metode tersendiri. Sebab, karakteristik gunung sangat memengaruhi kearifan lokal bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.

Ketua Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Indonesia, Eko Teguh Paripurno menilai, meningkatkan kapasitas ketangguhan bagi masyarakat ada cara tersendiri. Yaitu, pemahaman dasar tentang risiko di lingkungannya.

Ia sepakat, setiap gunung memiliki karakteristik dan tingkat kesuburan tanah berbeda. Sehingga, akan memengaruhi pola kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya, dan tentu ada peristiwa-peristiwa yang melatar belakanginya.

"Juga karena memang selatan, timur, barat itu beda. Kalau di geologi selatan itu lebih ada lava air lebih banyak, di timur dan utara tidak ada," ujar Eko.

Eko menjelaskan, perbedaan karateristik masyarakat harus ditanggapi program-program pilihan dan pola intervensi yang berbeda. Bahkan, sering kali lembaga penelitian yang berkegiatan di lereng diminta bisa menyebarkan pengetahuan PRB.

Serta, lanjutnya, hal-hal yang terkait geologi kepada masyarakat setempat guna memperdalam pemahaman dan berdampak jadi ketangguhan bagi mereka. Sebab, tidak semua masyarakat benar-benar memahami risiko hingga ke penanganannya.

"Prinsipnya, pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas, termasuk di dalamnya kearifan lokal," kata Eko.

Bergantinya tahun turut mempengaruhi stabilitas ketangguhan masyarakat lereng Merapi. Persoalan infrastruktur yang kian merosot hingga penduduk yang makin padat, membuat BPPTKG dan pemerintah setempat harus melakukan pantauan ketat.

"Selain itu, kesadaran masyarakat harus ditingkatkan untuk mampu mengelola risiko dan merefleksi kelemahan. Namun, yang menarik pembelajaran bersama itu prinsipnya harus dimulai dari unsur-unsur pelayanan dasar itu terlewati," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement