Ahad 05 Jul 2020 09:48 WIB
Piagam Jakarta

Soekarno Baca Tiga Kali Kalimat Piagam Jakarta Saat Dekrit

Soekarno secara jelas menyatakan Piagam Jakarta Menjiwai Dekrit Presiden 1959

Presiden Sukarno membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di Istana Negara.
Foto:

Presiden Soekarno adalah orang yang mendekritkan Dekrit Presiden pada hari Ahad tanggal 5 Djuli 1959 pukul 17.00. Tentu pertanyaan tentang ‘kepada siapa mencari jawaban yang tepat tentang dekrit itu, akan lebih pas bila ditanya pada orang yang mendekritkannya itu!

Hari itu tanggal 5 Juli 1963 digelar acara Peringatan 4 tahun Dekrit 5 Djuli 1959. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno antara lain berkata: “Saya kira ada baiknya sekarang saya bacakan Piagam Jakarta ini, biar kita tahu benar apa isi Dekrit”.

Kemudian Presiden Soekarno, menyambung kalimatnya. “Isi Dekrit itu pokoknya sebagai dikatakan oleh Bapak Roeslan Abdulgani, oleh Pak Sjaichu, oleh Pak Nasution, kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Tapi dalam Dekrit itu disebutkan juga hal Piagam Jakarta yang menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi.” (Soekarno, Piagam Jakarta Mewajibkan Syari’at Islam bagi Pemeluk-pemeluknya, Jakarta, 1964, hlm. 5-6)

Lalu, Presiden Soekarno membacakan seluruh naskah Piagam Jakarta dan setelah itu seluruh naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dan dalam kesempatan itu, Presiden mengulangi tidak kurang dari tiga kali Dekrit yang menyatakan posisi dan fungsi Piagam Jakarta dalam rangka Undang-Undang Dasar 1945.

Presiden mengutarakan dengan jelas bahwa orang tidak akan memahami Undang-Undang Dasar 1945 dengan seksama bila dia tidak memahami isi Dekrit Presiden yang telah melegalisasikan berlakunya Undang-Undang Dasar tersebut. Dan untuk memahami Dekrit tersebut ia harus membaca dan memahami Piagam Jakarta.

Penutup

Jawaban atas pertanyaan tentang Dekrit 5 Juli 1959 dan kedudukan Piagam Djakarta telah diperoleh dari pihak yang mengusulkan dan mendekritkannya. Satu hal penting bahwa setelah berlakunya UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu, merupakan suatu keharusan konstitusional bagi perumus politik hukum di negara RI untuk mempertimbangkan tempat yang sesuai bagi hukum Islam.

Namun, di atas semua tafsir historis, politis, dan yuridis, masalah berikutnya yang jauh lebih penting dan mendasar adalah bagaimana upaya agar seluruh lapisan penduduk bangsa merasa bahwa negeri dan negara Indoesia –termasuk Undang-Undang Dasarnya, adalah kepunyaan mereak semua dan bukan hanya milik sekelompok golongan tertentu yang berkebetulan berkuasa dan memerintah pada masa tertentu.

Hal ini dapat terlaksana hanya apabila seluruh lapisan masyarakat Indonesia dengan jujur dna ikhlas menerima Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 serta Dekrit Presiden –dengans egala konsideran dan diktumnya, yang telah memberlakukan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tersebut dan menempatkannya pada latar belakang Piagam Jakarta, rumusna pertama dan terasli Pancasila resmi. Kemudian dengan jujur dan ikhlas melaksanakannya secara murni dan konsekuen.

Menurut hemat penulis, inilah makna hakiki dari jawaban PM Djuanda dan Presiden Soekarno

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement