Sabtu 04 Jul 2020 12:45 WIB

Survei: Yasonna dan Terawan Paling Diharapkan Direshuffle

Yasonna H Laoly jadi menteri yang paling diharapkan publik untuk direshuffle.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Esthi Maharani
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei terkait kepuasan publik terhadap kinerja menteri Kabinet Indonesia Maju di masa pandemi Covid-19. Hasilnya Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly jadi menteri yang paling diharapkan publik untuk direshuffle.

"Yang paling muncul pertama adalah bukan nama yang asing yaitu Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM ada 64,1 persen dinyatakan paling layak dilakukan reshuffle," kata Direktur IPO Dedi Kurnia Syah dalam diskusi daring, Sabtu (3/7).

Disusul Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan 52,4 persen, Lalu Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah 47,5 persen, Menteri Agama Fahrul Razy 40,8. Kemudian diikuti Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan 36,1 persen, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan 33.2 persen,

"Menteri Sosial Juliari Batubara 30.6 persen, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki 28,1 persen, Menteri Pemuda dan Olah Raga Zainudin Amali 24,7 persen, Menteri BUMN Erick Tohir 18.4 persen, dan posisi kesebelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim 13,0 persen," paparnya.

Dedi menjelaskan, temuan menunjukan dari nama-nama yang muncul yang paling diharapkan publik untuk direshuffle justru adalah orang-orang yang dikenal dekat dengan Presiden. Sebut saja seperti Yasonna yang merupakan rekan satu partai dengan Jokowi, kemudian Luhut yang juga dikenal dekat dengan Jokowi.

"Jangan sampai kedekatan itu membuat mereka tidak begitu berupaya lebih baik karena merasa aman dari kritik dan koreksi presiden," ungkapnya.

Survei dilakukan pada 8-25 Juni 2020. Survei tersebut melibatkan 1350 responden dan digelar di 30 provinsi. Adapun metode yang dilakukan yaitu Wellbeing Purposive Sampling (WPS), yaitu model penentuan responden untuk mengukur indeks persepsi publik.

"Jadi responden itu tidak menjawab berdasarkan kedekatan atau berdasarkan popularitas personal, tetapi responden menjawab berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki terkait kebijakan kebijakan dan aktivitas yang dilakukan oleh para anggota kabinet," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement