REPUBLIKA.CO.ID, MAROS -- Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar sebagai salah satu unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB-KKP) selama pandemi COVID-19 ini, tetap melakukan kegiatan restocking benih rajungan. Total benih rajungan untuk kegiatan restocking hingga saat ini sejumlah 205 ribu ekor dan terakhir dilakukan di kampung nelayan Kuri Lompo, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto menyatakan, kegiatan penebaran benih rajungan di perairan umum merupakan upaya pemerintah untuk menyelamatkan stok komoditas bernilai ekonomi tinggi yang sudah mulai langka untuk didapatkan oleh nelayan.
Dengan nilai ekonomi dan pangsa pasar yang luas, kata Slamet, komoditas seperti rajungan merupakan komoditas yang dapat menjadi andalan untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat, khususnya nelayan dan pembudidaya.
"Pangsa pasar ekspor yang cukup besar untuk rajungan seperti Amerika Serikat dan Hongkong, namun masih banyak juga negara lain yang menaruh minat kepada hasil produksi rajungan Indonesia seperti Cina, Malaysia, Jepang, Singapura, Perancis, hingga Inggris," ujar Slamet dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (1/7).
Slamet menambahkan, KKP terus mendorong produksi rajungan, kepiting, maupun ikan endemik yang tergolong langka untuk keperluan restocking. Selain itu, upaya restocking ini juga sebagai upaya KKP dalam memperkaya stok rajungan di alam agar dapat menjaga ketahanan pangan masyarakat dan meningkatkan pendapatan.
"Dengan dukungan pemerintah berupa bantuan restocking ini, saya harap dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kelestarian lingkungan dan peningkatan produksi serta kesejahteraan masyarakat," lanjut Slamet.
Kepala BPBAP Takalar Supito mengatakan, bahwa selain bernilai ekonomis tinggi, rajungan merupakan komoditas yang teknologi pembenihan dan pembesarannya telah berhasil dikembangkan oleh KKP melalui BBPBAP Jepara dan BPBAP Takalar. Kata dia, budidaya kepiting rajungan memiliki beberapa keunggulan seperti waktu operasional produksi yang singkat serta dapat dibudidayakan secara polikultur dengan komoditas payau lainnya.
"Selain itu dapat juga dilakukan dalam skala rumah tangga untuk pembenihan dan dapat dibudidayakan dari sistem tradisional hingga semi intensif untuk pembesarannya," ucap Supito.
Khusus untuk pembenihan, Supito menjelaskan, penentuan lokasi panti pembenihan yang ideal untuk komoditas rajungan hendaknya memperhatikan beberapa elemen seperti kualitas air tawar maupun air laut yang layak bagi kehidupan larva serta akses yang mudah untuk mendapatkan induk rajungan penghasil larva yang berkualitas. Di samping itu, akses untuk sarana transportasi menjadi nilai tambah lokasi untuk kemudahan pemasaran maupun jalur keluar masuk pembeli maupun pembudidaya.
Dari sisi teknis, lanjut Supito, lokasi pembenihan harus dekat dengan pantai berpasir putih atau hitam yang tidak berlumpur, sehingga air laut tetap dalam keadaan jernih sepanjang tahun. Selain itu lokasi juga harus memiliki sumber air dengan salintas 30-34 ppt dan jauh dari muara sungai sehingga bebas dari polutan.
"Yang tidak kalah penting ialah adanya jaringan listrik untuk memperkecil biaya operasional dalam pemeliharaan benih ini," kata Supito.
Sebagai informasi, hingga akhir bulan Juni 2020 BPBAP Takalar telah berhasil memproduksi 310.400 ekor benih rajungan yang diperuntukkan sebagai bantuan langsung kepada pembudidaya maupun untuk kegiatan restocking di perairan umum.