REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum telematika Universitas Indonesia, Edmon Makarim mengusulkan dibentuknya komisi perlindungan data pribadi. Di mana pembentukannya, diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Komisi tersebut harus bersifat independen. Guna bertugas dengan baik dalam melindungi data pribadi yang disalahgunakan oleh pemerintah dan korporasi.
"RUU PDP kita tidak ada rumusan tentang keharusan ada komisi independen untuk melindungi data pribadi. Harusnya ada komisi independen untuk melindungi data pribadi," ujar Edmon dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR, Rabu (1/7).
Sebab, penyalahgunaan data pribadi dapat dilakukan oleh pihak manapun. Termasuk pemerintah, yang menampung data pribadi milik warganya.
"Yang dapat melakukan abuse of power (ada) dua. Selain korporasi, ada adminstrasi negara," ujar Edmon.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Sinta Dewi Rosad. Indonesia dapat mencontoh Malaysia dan Singapura dalam membentuk komisi independen.
"Bagaimana caranya (komisi perlindungan data) mengawasi, jika masih berada di bawah pemerintah," ujar Edmon.
Diketahui, RUU PDP telah masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. Komisi I DPR berencana menyelesaikannya pada tahun ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjelaskan, data saat ini telah menjadi isu yang perlu dipikirkan perlindungannya di era digital. Untuk itu, kepada Komisi I DPR, ia berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Masyarakat yang memberikan data harus memiliki kepercayaan bahwa datanya aman. Tetapi jika kepercayaan tersebut disalahgunakan, RUU PDP dapat menjadi payung hukum bagi korban.
"Kita membutuhkan satu payung undang-undang yang spesifik, yang khusus, yang terkait perlindungan data, yaitu RUU PDP," ujar Johnny.